Dukungan menyeluruh dan komunikasi publik yang kuat menjadi kunci keberhasilan program ini agar manfaatnya benar-benar dirasakan oleh rakyat hingga ke pelosok negeri.
Dalam upaya memperkuat program strategis tersebut, diskusi terkait Kopdes Merah Putih digelar bersamaan dengan acara pelantikan dan pengukuhan pengurus, serta rapat kerja IKA Fikom Unpad periode 2024-2028, yang digelar di The Tribrata Hotel & Convention Center Dharmawangsa, Jakarta, Sabtu kemarin, 24 Mei 2025.
Direktur Pengembangan Lembaga Dana Bergulir Kementerian Koperasi (LPDB-Kemenkop), Afif Thosin Roy Akhmad mengatakan, hingga saat ini telah terbentuk lebih dari 40.000 unit koperasi, menuju target 80.000 unit hingga Oktober 2025.
“Kami menghadapi tantangan besar dalam waktu yang sangat singkat. Pembentukan koperasi memang dipermudah, dengan kolaborasi antarkementerian, pemerintah daerah, hingga notaris. Tapi yang paling krusial adalah menjelaskan dengan benar kepada publik bahwa ini bukan program hibah, tapi ekosistem usaha kolektif berbasis kemandirian,” kata Afif.
Masing-masing koperasi diwajibkan memiliki enam unit usaha mandatori yaitu kantor koperasi, kios sembako, unit simpan pinjam, klinik desa, apotek desa, serta gudang atau cold storage, dilengkapi dengan satu unit usaha tambahan sesuai potensi lokal.
LPDB sebagai satuan kerja di bawah Kemenkop, akan memberikan pembiayaan bergulir dengan bunga sangat rendah kepada koperasi-koperasi percontohan tersebut.
Namun, Afif juga menyoroti banyaknya kesalahpahaman publik yang muncul akibat pesan yang kurang utuh diterima oleh masyarakat.
“Kami berupaya mengharmonisasi sistem dan kebijakan lintas 13 kementerian, tapi harmonisasi komunikasi juga harus disegerakan. Banyak persepsi keliru yang tersebar, dari isu hibah hingga jumlah dana yang akan diterima oleh tiap unit koperasi,” kata Afif.
Dari sisi akademik, Dadang Rahmat Hidayat, Dekan Fakultas Ilmu Komunikasi Unpad menegaskan, pentingnya membangun komunikasi transformasional untuk mengubah persepsi negatif masyarakat terhadap koperasi.
“Selama ini koperasi diasosiasikan dengan skala kecil, tidak efisien, dan tidak modern. Padahal banyak koperasi sukses tapi tidak terekspos. Kita perlu membongkar narasi lama dan menggantinya dengan citra koperasi yang adaptif, berbasis inovasi dan kemandirian,” kata Dadang.
Sementara itu, Hendri Satrio, Ketua IKA Fikom Unpad, menyoroti risiko komunikasi yang tidak terkoordinasi di tengah program-program besar pemerintah yang bersifat kerakyatan.
“Presiden Prabowo punya visi luar biasa tentang kesejahteraan rakyat, dari sekolah rakyat, Makan Bergizi Gratis (MBG), hingga koperasi Merah Putih. Tapi komunikasi ke masyarakat masih seliweran," kata Hendri.
"Banyak informasi beredar dalam bentuk katanya-katanya, seperti siapa pengurus koperasi, apakah benar tiap koperasi dapat dana Rp5 miliar, dan sebagainya. Ini berpotensi menimbulkan kegaduhan bila tidak dijelaskan lebih awal,” sambung sosok yang akrab disapa Hensa itu.
Hensa yang juga Founder Lembaga Survei Kedai KOPI itu mengingatkan pentingnya proaktif dalam komunikasi publik, bukan sekadar reaktif.
“Jangan sampai kontroversi duluan, klarifikasi belakangan. Kalau komunikasi publik lemah, niat baik bisa ditangkap publik secara salah. Kita perlu membantu memperjelas, bukan menambah keruh,” tegasnya.
Diskusi ini menjadi awal dari rangkaian kegiatan Forum Komunikasi Merah Putih, inisiatif IKA Fikom Unpad untuk mendukung kebijakan publik dari sisi komunikasi strategis. Para alumni Fikom Unpad akan terlibat dalam edukasi literasi koperasi, penguatan kapasitas komunikasi kelembagaan, serta perancangan narasi publik yang inklusif.
BERITA TERKAIT: