Hal itu disampaikan Erwedi Supriyatno dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi XIII DPR RI, membahas tentang sistem reformasi sistem pemasyarakatan untuk pembinaan Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) agar semakin berkualitas dan berkeadilan.
Erwedi memaparkan, penyalahgunaan telepon seluler (ponsel) oleh warga binaan Lapas adalah untuk kepentingan yang berpotensi besar mengganggu keamanan dan ketertiban di dalam Lapas. Para warga binaan, kata Erwedi, kerap beralasan memiliki ponsel di dalam lapas agar bisa menghubungi keluarganya. Namun alasan tersebut tidak dapat diterimanya.
“Padahal Lapas Muara Beliti sudah menyiapkan 16 wartelsus, bahkan ada 10 wartelsus yang gratis. Karena kantor itu pun terbatas, karena memang kantor keuangannya terbatas,” kata Erwedi di dalam rapat, di Gedung Nusantara II, Komplek DPR RI, Senayan, Jakarta, Kamis, 22 Mei 2025.
“Kalau ada alasan untuk menghubungi keluarganya itu hanya alasan, karena sejatinya ponsel di dalam Lapas yang digunakan oleh narapidana itu menjadi salah satu sumber dari gangguan kamtib di Lapas,” sambungnya.
Menurutnya, penggunaan ponsel di dalam Lapas oleh para warga binaan cenderung untuk mengendalikan dan meminta narkoba serta melakukan penipuan. Selain itu, penggunaan ponsel juga bisa untuk bertransaksi keuangan dan bisa digunakan untuk membuat video-video konten yang negatif yang akhirnya bisa merusak citra Lembaga Pemasyarakatan.
Oleh sebab itu, pihaknya merasa lebih membutuhkan teknologi terbaik untuk dapat mendeteksi keberadaan ponsel di dalam Lapas, bukan alat pengacak sinyal.
“Sehingga ini memang menjadi sangat penting. Saya sepakat bahwa kebutuhan kita salah satunya adalah teknologi, selain jammer ada peralatan teknologi yang kita butuhkan adalah untuk bisa menangkal masuknya ponsel di dalam Lapas, jadi bisa terdeteksi langsung,” paparnya.
“Jammer memang penting, tapi kalau jammer dipasang kan tidak boleh, kenapa harus ada jammer?” tutupnya.
BERITA TERKAIT: