SHGB yang habis masa berlakunya Februari 2026 ini terletak di area laut, bukan bekas tambak seperti yang tertera dalam sertifikat.
Keputusan ini diambil setelah Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid, meninjau dan menganalisis langsung lahan tersebut.
"Setelah kami tinjau dan analisis, SHGB di perairan Sedati Sidoarjo ini memang berada di area laut. Oleh karena itu, pemerintah memutuskan untuk tidak memperpanjang SHGB tersebut," tegas Nusron Wahid, diwartakan
RMOLJatim, Senin, 10 Maret 2025.
Nusron menjelaskan, proses pembatalan sertifikat hanya dapat dilakukan oleh Pejabat Pembuat Keputusan Tata Usaha Negara (PPK TUN), dalam hal ini Kepala BPN.
Namun, jika jangka waktu SHGB lebih dari lima tahun, prosesnya memerlukan persidangan. Untuk menghindari proses hukum yang panjang, pemerintah memilih untuk tidak memperpanjang SHGB tersebut saat masa berlakunya habis tahun depan.
"Agar tidak menunggu proses pengadilan yang panjang dan berbelit, kami putuskan untuk tidak memperpanjang SHGB ini. Ini merupakan langkah tegas pemerintah untuk menegakkan aturan dan tata kelola pertanahan yang baik," jelas Nusron.
Sebelumnya, keberadaan SHGB di laut Sidoarjo ini diungkap oleh akademisi Universitas Airlangga, Thanthowy, melalui aplikasi Bumi milik Kementerian ATR/BPN. SHGB yang terbit sejak era Presiden Soeharto ini tersebar di tiga titik koordinat dengan luas masing-masing 219,32 hektare, 285,17 hektare, dan 152,37 hektare.
Temuan ini menjadi sorotan publik dan menimbulkan pertanyaan tentang tata kelola pertanahan di Indonesia. Keputusan pemerintah untuk tidak memperpanjang SHGB ini diharapkan dapat memberikan kepastian hukum dan mencegah terjadinya permasalahan serupa di masa mendatang.
Pemerintah juga berkomitmen untuk terus meningkatkan pengawasan dan transparansi dalam pengelolaan aset negara.
BERITA TERKAIT: