Ketua The Constitutional Democracy Initiative (CONSID), Kholil Pasaribu menjelaskan, fenomena calon tunggal telah terjadi sejak Pilkada 2017.
"Calon tunggal memang menjanjikan kemenangan yang paripurna. Gabungan parpol pengusung dan calon tidak perlu mengeluarkan uang yang terlalu banyak," ujar Kholil kepada
Kantor Berita Politik dan Ekonomi RMOL, Kamis (5/9).
Akibat praktik pencalonan tunggal kepaka daerah, pragmatisme politik sangat nampak dari potensi keuntungan politik dan ekonomi yang sudah bisa dipastikan berada dalam genggaman.
"Itu sebabnya di tengah akutnya serangan pragmatisme melanda elite-elite parpol, calon tunggal menjadi pilihan yang paling menjanjikan keuntungan," kata Kholil.
Oleh karena itu, Kholil memandang wabah pragmatisme politik di setiap pelaksanaan pilkada ini harus dicegah melalui pembuatan regulasi yang ketat.
"Ke depan, tentu saja ini tidak bisa dibiarkan dan dianggap wajar. Meski kehadirannya sah dan konstitusional, tetapi itu bukan cara terbaik menghargai kedaulatan rakyat dan membangun demokrasi yang sehat," tuturnya.
"Karena itu agar calon tunggal jangan sampai menjadi pilihan favorit partai, harus ada pembenahan," demikian Kholil.
BERITA TERKAIT: