Penolakan tersebut bisa dilakukan di dalam rapat Pleno Golkar yang dijadwalkan berlangsung Selasa malam ini (13/8).
"Dari internal pengurus DPW perlu menggerakkan penolakan terhadap pengunduran diri Airlangga," kata mantan Ketua MK, Prof Jimly Asshidiqie kepada
Kantor Berita Politik RMOL, Selasa (13/8).
Prof Jimly berpandangan, Golkar saat ini sedang dihadapkan pada agenda besar berupa persiapan Pilkada 2024. Jika ada pergantian ketua umum, maka dikhawatirkan bisa mengubah konstelasi politik di daerah.
"Penolakan dalam pleno ini demi menjaga stabilitas politik internal Golkar, terutama dalam peralihan pemerintahan 20 Oktober nanti. Golkar adalah partai KIM (Koalisi Indonesia Maju) yang terbesar, jadi stabilitas politik di masa transisi akan berpengaruh," tegasnya.
Sebaliknya, jika pengunduran diri Airlangga diterima DPW Golkar, maka kepimpinan "beringin" akan berada di tangan pelaksana tugas (Plt) ketum. Hal ini bisa membuka potensi intervensi pihak luar terhadap marwah Golkar yang selama ini dikhawatirkan.
"Maka, yang paling baik adalah pleno menolak (pengunduran diri Airlangga). Masih ada beberapa bulan (jelang munas). Dalam surat-menyurat di Kumham pun, masih dia (Airlangga) ketumnya," tambahnya.
Meski telah menyatakan mundur, Prof Jimly menegaskan pergantian Ketum Golkar tetap diputuskan pada munas Desember 2024.
"Jadi sampai munas, perlu dipahami bahwa Airlangga masih Ketum Golkar secara formal, dan secara administrasi yang menjalankan tugas adalah Plt (jika pengunduran diri diterima)," tandasnya.
BERITA TERKAIT: