"Sebagai anggota DPR RI sah-sah saja dalam menyampaikan pendapat di sidang paripurna, namun sangat disayangkan apabila pendapat yang diutarakan itu tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan," kata Ali dalam keterangannya, Kamis (2/11).
Ali menjelaskan, berdasarkan Pasal 79 ayat 3 UU MPR, DPR, DPD, DPRD atau MD3, hak angket adalah hak DPR untuk melaksanakan penyelidikan terhadap suatu undang-undang dan atau kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan hal penting, strategis dan berdampak luas terhadap kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang diduga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.
"Intinya, objek hak angket adalah terkait kebijakan pemerintah," kata Ali yang juga Ketua DPC Partai Gerindra Jakarta Timur ini.
Sementara, kata Ali, putusan MK adalah ranahnya yudikatif, sebagaimana konsep trias politika yaitu konsep pemisahan kekuasaan sehingga putusan MK bukanlah objek dari hak angket.
"Sebaiknya Masinton Pasaribu baca kembali UU MD3 dan Peraturan DPR RI No 1 Tahun 2020 tentang Tata Tertib DPR biar paham terkait aturan mengenai hak angket," demikian Ali.
Politikus PDIP Masinton Pasaribu sebelumnya mengusulkan agar DPR menggunakan hak angket untuk mengusut putusan Mahkamah Konstitusi mengenai syarat capres-cawapres.
Ia menyampaikan demikian dalam interupsi di Rapat Paripurna DPR RI ke-8 masa persidangan II Tahun Sidang 2023-2024, Jakarta, Selasa kemarin (31/10).
Dalam interupsi tersebut, Masinton menyebut Indonesia tengah mengalami tragedi konstitusi usai putusan MK tersebut.
Ia menilai hal itu merupakan tirani konstitusi. Menurutnya, UUD 1945 tak boleh dipermainkan atas nama pragmatisme politik sempit semata.
Masinton mengklaim usulnya ihwal hak angket itu juga tak mewakili kepentingan partai politik maupun salah satu pasangan capres dan cawapres.
"Tapi saya bicara tentang bagaimana kita menjaga mandat konstitusi menjaga mandat reformasi dan demokrasi ini," kata Masinton.
BERITA TERKAIT: