Penegasan itu disampaikan langsung Direktur Jenderal Gakkum KLHK, Rasio Ridho Sani, saat dikonfirmasi
Kantor Berita Politik RMOL, Selasa (10/10).
"Sudah (disegel dan berhenti operasional)," katanya melalui pesan singkat.
Di sisi lain, Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Sumatera Selatan, melalui Kepala Divisi Kampanye, Febrian Putra Sofah menilai sanksi yang diberikan pada PT RMK Energy tidak cukup sebatas penghentian operasional, maupun proper hitam.
Melainkan, kata dia, harus dicabut izinnya karena telah melakukan sejumlah pelanggaran dan pencemaran, serta tidak memiliki itikad baik terhadap lingkungan dan sosial masyarakat di Sumsel.
"Kita dapat lihat sendiri, bahwa perusahaan hingga saat ini tidak memenuhi syarat untuk mengatasi permasalahan yang timbul di situ. Jadi izin PT RMK sudah layak untuk dicabut," tukas Febrian.
Berdasarkan penelusuran
Kantor Berita RMOLSumsel, didapati bahwa perusahaan ini rupanya tidak memiliki izin usaha pemurnian batubara yang dikeluarkan oleh instansi berwenang.
Disebutkan, PT RMK Energy merupakan pemegang Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi Khusus Pengolahan dan Pemurnian (IUP OP KPP) Batubara berdasarkan keputusan Kepala DPMPTSP Provinsi Sumsel bernomor 0757/DPMPTSP.V/XI/2019 dengan masa berlaku sampai 15 Februari 2043.
Namun sejak berlakunya UU 3/2020 tentang Perubahan atas UU 4/2009 tentang Pertambangan Minerba, pasal 169 huruf e, IUP OP Khusus Pengolahan dan Pemurnian harus berubah menjadi Izin Usaha Industri dan menjadi kewenangan Kementerian Perindustrian sejak UU ini berlaku.
Sayangnya, PT RMK Energy diketahui belum melakukan penyesuaian izin itu sampai hari ini. Itu artinya, sejak tahun 2020 sampai sekarang operasional PT RMK Energy dinilai ilegal.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: