Pasalnya, Kejagung dinilai hanya mampu menangkap bawahan, namun tidak berani mengungkap aktor intelektual dalam proyek tersebut yang disinyalir bersinggungan dengan partai politik tertentu.
"Nah, di sinilah, dilemanya penegakkan hukum di Indonesia. Dilema ingin
gaspol, tetapi di saat yang sama, penegak hukum tersandera oleh kepentingan partai politik," kata pengamat politik Ujang Komarudin kepada
Kantor Berita Politik RMOL, Jumat (11/8).
Ujang menyinggung soal para pejabat di Kejagung yang diduga banyak mendapatkan rekomendasi partai politik untuk mendapatkan jabatan. Atas dasar itu, Ujang melihat Kejagung dilema dalam menangkap penjahat kelas kakap dalam kasus BTS.
"Jadi kalau partai tertentu diduga kadernya ada sangkut pautnya pada persoalan korupsi maka bisa aman, bisa tidak terjerat oleh kasus korupsi tersebut," jelasnya.
Hal inilah, kata Ujang, yang membuat bangsa Indonesia tidak akan mampu menegakkan keadilan.
"Selama keadilan itu tidak ditegakkan, selama penegakkan hukum menyasar pada kelas teri, kelas kakap tidak tersentuh, mereka-mereka yang memegang kendali kekuasaan tidak tersentuh, partai politik juga tidak tersentuh, maka di situlah kehancuran hukum hanya tinggal menunggu waktu," pungkasnya.
BERITA TERKAIT: