"Sikap LPSK berlebihan pada Bharada E," ujar Dosen Hukum Pidana Universitas Trisakti Azmi Syahputra kepada wartawan, Sabtu (11/3).
Adapun pencabutan perlindungan ini, dilakukan karena Bharada E melakukan sesi wawancara eksklusif dengan stasiun televisi swasta tanpa persetujuan LPSK. Wawancara dengan salah satu media televisi swasta itu, ditayangkan pada Kamis malam (9/3).
Bharada E sebagai terlindung LPSK, disebutkan melanggar Pasal 30 ayat 2 huruf c UU 13/2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban, serta perjanjian perlindungan dan pernyataan kesediaan yang telah ditandatangani oleh dia sendiri.
Pasal 30 ayat 2 huruf c berisi “pernyataan kesediaan mengikuti syarat dan ketentuan perlindungan Saksi dan Korban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat: kesediaan Saksi dan/atau Korban untuk tidak berhubungan dengan cara apa pun dengan orang lain selain atas persetujuan LPSK, selama ia berada dalam perlindungan LPSKâ€.
Bagi Azmi Syahputra, seharusnya LPSK bisa memahami dan menyeimbangkan bagaimana penerapan UU terhadap kepentingan umum untuk mendapatkan satu informasi.
"Sebab undang-undang atau isi perjanjian tidak boleh bertentangan dengan kepentingan umum, nilai kemanusiaan atau melanggar pula prinsip-prinsip kejujuran," tuturnya.
Jika disimak, lanjutnya, apa yang dikatakan Bharada E dalam wawancara itu, adalah fakta yang bisa menjadi pembelajaran bagi publik. Sehingga, tidak ada masalah secara prinsip terhadap apa yang disampaikan Bharada E.
"Apa yang dilakukan dan disampaikan Bharada E adalah fakta. Tampak ia mengutamakan kejujuran dan keterangannya haruslah diumumkan dan didengarkan orang banyak agar menjadi pelajaran," pungkasnya.
BERITA TERKAIT: