Di ujung pelangi, biduk tak sampai
Di ujung jalan, tiada lagi tempat untuk dilalui
Di etape terakhir, segala riuh terhenti
Di sini
Di hulu yang telah jauh
Dan di hilir yang kini menyentuh
Ternyata, jalan buntu adalah cara Tuhan menyapa
Memaksaku berhenti menatap ke depan
Agar aku mendongak menatap ke atas
Bahwa ketiadaan jalan itu, bukanlah akhir dari petualangan
Melainkan awal dari perjalanan panjang, pulang kampung
Maka sujudlah. Sebab di tempat langkah kakimu terhenti, di situlah perjalanan hatimu tenang menjadi abadi.
Epilog: Sebuah Kepulangan(Melanjutkan resonansi rasa Guruanda Indra Perwira)Ternyata, Nol bukanlah kosong
Nol merupakan bulat yang utuh
Tempat segala riuh kembali menjadi hening
Tempat segala angkuh luruh menjadi bening
Di titik kerinduan sujud itu, Kau temukan pintu rahasia yang tak berengsel. Yang selama ini tertutup oleh ambisi dan kompetisi
Terkunci oleh lari yang tak pasti
Kini kau mengerti, bahwa "Pulang Kampung" itu niscaya dan pasti
Ia hanya butuh hati yang ikhlas melepaskan
Melepas beban di pundak
Melucuti jubah keakuan, melepas gelar yang sesak
Bangkitlah dari sujudmu
Dunia masih sama, tapi mata dan hati cerahmu kini berbeda
Kau tidak lagi berjalan untuk mengejar bayang-bayang
Kau berjalan, membawa hikmah dan nyalakan cahaya dari Kampung Halaman
Tenang. Kau hamba yang dikehendaki, dan tak lagi hilang
Risalah Diri: Menuju Mata AirDi Titik Nol ini, tak cukup hanya berhenti
Ia menuntut sadar, tahu diri, dan penerimaan
Bahwa hidup adalah naskah indah yang harus ditata dengan syukur
Ingatlah, Kau adalah manusia yang dimuliakan
Terpilih. Dikehendaki. Bukan tercipta sia-sia, tapi dibekali akal dan hati
Adab menjadi mahkota. Agar langkahmu tahu batas, tenang, rendah hati, dan tak kehilangan arah dalam melaju
Maka, jadilah murid yang setia bagi kehidupan
Kupas dan patahkan egomu, Hingga kau temukan diri insan sejati
Tugasmu kini, tebar kebaikan di mana pun berpijak
Tanam kedamaian di mana pun tegak
Waspadalah, jaga diri, jangan tergelincir pada kepentingan sesaat
Sebab siapa yang lupa diri, akan lupa pada kemanusiaannya
Kita ibarat air sungai yang telah mengalir jauh, meliuk-liuk ditempa perjalanan, Namun jangan sampai keruh dan lupa tujuan. Karena sejauh apa pun kita pergi, Takdir air adalah kembali... Menuju jernihnya mata air.
Catatan Penulis
“JEJAK SANAD RASA” INDRA PERWIRA & AZMI SYAHPUTRA
Indra Perwira dan Azmi Syahputra, 3 mata rantai puisi ini, berawal dari percikan "rumput kering" keresahan Gurunda Indra Perwira, tersusunlah naskah ini sebagai pengikat makna. Sebuah Trilogi Kesadaran yang dirangkai menjadi mata rantai perjalanan spiritual yang utuh. Ia bergerak dari heningnya Titik Nol (keterbatasan manusia), lalu bersujud dalam Epilog Kepulangan (kepasrahan pada Allah), hingga akhirnya bangkit menata Risalah Diri (tugas kemanusiaan dan adab). Inilah narasi tentang transformasi: dari kebingungan yang membelenggu, menuju sujud yang membebaskan, hingga lahir kembali menjadi manusia yang lebih baik.
BERITA TERKAIT: