Begitu jelas Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Komisaris Jenderal (Komjen) Pol. Boy Rafli Amar saat acara Aqaba Process - Southeast Asia High Level Tech Meeting Preventing Terrorist and Violent Extremist Exploitation of the Internet di Bali, akhir pekan lalu, Jumat (25/11).
Kegiatan ini diselenggarakan pemerintah Indonesia dan Australia dan didukung oleh Kerajaan Hasyimiyah Jordania, serta dihadiri perwakilan 16 negara. Selain dihadiri perwakilan negara-negara sahabat, pertemuan ini juga diikuti oleh perusahaan teknologi seperti Microsoft, Meta, Tik Tok, YouTube, dan Google.
Kata Boy, selama ini kelompok teroris telah menyalahgunakan internet untuk melakukan propaganda, rekrutmen, perencanaan hingga pendanaan tindak pidana terorisme yang menargetkan anak muda. Termasuk mendorong pelibatan perempuan untuk melakukan aksi teror.
Untuk itu, komitmen bersama antara pemerintah, organisasi, entitas internasional, dan perusahaan teknologi diperlukan dalam menghadapi tantangan tersebut.
“Sangat penting menggunakan pendekatan multidisiplin dengan menguatkan kemitraan tidak hanya antarnegara, namun juga dengan berbagai organisasi internasional dan perusahaan teknologi untuk mengatasi tantangan eksploitasi internet oleh kelompok teroris dan ekstremis kekerasan,†tegasnya.
Pada akhir pertemuan ini pemerintah, organisasi internasional dan perusahaan teknologi sepakat untuk memperkuat kerja sama penanggulangan terorisme dan esktremisme kekerasan. Khususnya antara negara-negara Kawasan Asia Tenggara dalam mempromosikan penggunaan
crisis response protocol saat terjadi penyalahgunaan internet untuk tujuan terorisme dan ekstremisme kekerasan.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: