"Yang meng-
create intoleransi justru terjadi pada tingkat-tingkat
influencer masyarakat yang sering disebut sebagai provokator, yang memprovokasi situasi," kata Ketua Pelaksana Badan Pembina Yayasan Paramadina, Dr. Ahmad Ganis dalam diskusi 'Intoleransi, Musuh Bangsa, Musuh Bersama: Membangun Kesalehan Sosial', Senin (18/4).
Hal lain, ada masalah mendasar yang masih terjadi pada bangsa Indonesia yang menjadi pemicu intoleransi dan radikalisme. Misalnya, kata dia, perbedaan sosial ekonomi gap yang menganga lebar.
"Juga pengentalan-pengentalan pemahaman agama, baik agama Islam maupun agama lainnya yang menganggap dengan pengertian sempit bahwa sumber kebenaran adalah pihaknya, dan menafikan kebenaran yang mungkin muncul dari pihak lain," sambungnya.
Faktor lain yang memicu intoleransi dan radikalisme adalah perbedaan pandangan politik yang picik, misalnya atas isu-isu lokal sederhana dapat menyebabkan konflik horizontal.
"Baik antardesa, suku dan antar agama. Itu terjadi misalnya di Ambon, Poso dan tempat-tempat lain. Semuanya adalah
route of the problem yang sebetulnya bisa diselesaikan dengan cara-cara damai dan bijak," tandasnya.
BERITA TERKAIT: