Tapi inilah kenyataan yang dihadapi dalam memilih pemimpin di Indonesia hanya tribalisme dengan menggunakan baju keumatan.
Di kubu Jokowi kepentingan PDIP yang kuatir kecurian tiket capres 2024 dan PKB/Cak Imin kuatir jika Mahfud MD (konon sudah ukur baju dan sudah menuju lokasi deklarasi). Kemudian akan menjadi ancaman posisi Cak Imin sebagai ketum PKB, jadi tersingkirnya MMD pada detik akhir adalah ketemunya kepentingan PDIP dan PKB.
Kubu Prabowo adalah kekuatiran terhadap amunisi dan "bayaran" sekoci lain, dan hal itu bisa dipenuhi oleh Sandiga yang kebetulan bisnis tambang emasnya sedang reboun (konon laba tahun ini 1,5 triliun), sehingga desakan untuk menunda deklarasi dan pendaftaran ke KPU dari berbagai pihak diabaikan.
Kuatir jika diperpanjang pendaftaran 2x7 hari, MK akan memutuskan ambang batas 0 persen, akan muncul calon alternatif, dan lebih kuat.
Dus inilah kenyataan yang harus diterima oleh rakyat Indonesia, memilih tidak berdasarkan kepada gagasan, konpentensi dan track record.
Apakah ke depan bangsa ini akan keluar dari krisis ekonomi, dan percepatan kesejahteraan rakyat sama dengan Korea bahkan Malaysia, menjadi tanda tanya besar.
Jawaban dari seorang teman guru besar di ITB adalah selama politik sebagai panglima, ekonomi akan krisis terus.
[***]
Penulis merupakan Pemerhati Kebijakan Publik, Aktivis 77-78
BERITA TERKAIT: