Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

PSI Tak Setuju Wacana Penambahan Kursi DPR RI

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/zulhidayat-siregar-1'>ZULHIDAYAT SIREGAR</a>
LAPORAN: ZULHIDAYAT SIREGAR
  • Selasa, 30 Mei 2017, 07:00 WIB
PSI Tak Setuju Wacana Penambahan Kursi DPR RI
Raja Juli Antoni
rmol news logo Partai Solidaritas Indonesia (PSI) menolak wacana penambahan jumlah kursi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), dari sekarang berjumlah 560 kursi. Bagi PSI, yang dibutuhkan bukan penambahan kursi, tetapi optimalisasi kualitas anggota Dewan.

"DPR terus disorot karena kinerjanya belum memuaskan ekspektasi publik," lanjut jelas Sekjen PSI, Raja Juli Antoni (Selasa, 30/5).

Dalam hal fungsi legislasi, dia mencontohkan, baik kualitas undang-undang yang dihasilkan maupun target penyelesaian Prolegnas tidak memadai. Belum lagi yang dibatalkan Mahkamah Konstitusi.

Demikian pula fungsi-fungsi yang lain seperti pengawasan dan menyerap aspirasi, dinilai Toni bukan karena keterbatasan jumlah.

"Peran DPR belum maksimal, sebaiknya jumlah yang ada dioptimalkan, termasuk fungsi-fungsi tenaga ahli," ungkap mantan Ketua Umum PP Ikatan Pelajar Muhammadiyah ini.

Apalagi, penambahan kursi DPR juga akan berdampak pada membengkaknya anggaran negara untuk gaji, tunjangan dan fasilitas anggota DPR.

"Tidak ada jaminan penambahan anggaran akan meningkatkan kinerja DPR, sebaliknya alokasi untuk kesejahteraan rakyat berkurang," tandas Toni.

Di tengah molornya pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Penyelenggaraan Pemilu, sejumlah isu krusial masih belum disepakati. Di antaranya terkait wacana penambahan jumlah kursi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), dari sekarang berjumlah 560 kursi.

Pemerintah mengusulkan penambahan maksimal 5 kursi untuk tambahan kekurangan kursi di 3 wilayah, yaitu Kalimantan Utara, Riau, dan Kepulauan Riau. Lima kursi lagi untuk daerah otonom baru. DPR menginginkan penambahan hingga 19 kursi untuk mengatasi kekurangan keterwakilan.

Tentang realokasi kursi, menurutnya, sebaiknya perlu ditata ulang pembagian kursi berdasarkan prinsip one person, one vote, one value (OPOVOV). "Untuk menjamin proporsionalitas besaran daerah pemilihan (dapil), sebaiknya didasarkan pada sensus penduduk tiap 10 tahun," lanjut Toni.

Mengutip keprihatinan dari kalangan pegiat demokrasi, Toni mengamini soal tertutupnya pembahasan penambahan kursi. “Hal ini melanggar prinsip keterbukaan dalam penyusunan undang-undang,” tegas Toni.

Pihak Pansus, kata Toni, disarankan untuk menyerap aspirasi terutama dari daerah-daerah yang mengalami kelebihan maupun kekurangan keterwakilan. "Jangan hanya berdasarkan kepentingan parpol semata, tetapi publik harus didengarkan," pungkasnya.  [zul]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA