Sekjen Aliansi Advokat Muda Indonesia (AAMI), Sabar Daniel Hutahaean, menilai, Kemenkominfo selama ini terkesan hanya memperhatikan sektor bisnis, seperti soal interkoneksi dan jaringan internet. Peran Kominfo dalam ranah pengawasan terhadap medsos seolah terabaikan.
"Padahal, jika diperhatikan, kondisi sosial masyarakat yang hampir mengalami perpecahan sangat dipengaruhi oleh opini atau berita-berita yang beredar di medsos tersebut," kata Sabar, dalam keterangan persnya (Senin, 29/5).
Bahkan, menurut dia, akibat fungsi pengawasan terhadap opini dan informasi di medsos yang tidak berjalan, Pemerintahan Jokowi-JK mengalami degradasi moril. Sebab, hate speech yang berbau SARA terhadap pemerintah beredar bebas di medsos.
Lanjut Sabar, akibat pengawasan Kemenkominfo yang lemah, medsos jadi lahan subur bagi perkembangan paham-paham radikal. Hasilnya, deretan teror bom terjadi di Indonesia akhir-akhir ini.
"Sikap Kominfo ini perlu dipertanyakan. Sebab, di beberapa negara luar yang mengalami sistuasi yang sama dengan Indonesia, sikap pemerintah berani mengambil tindakan tegas. Sebutlah China, Iran yang bahkan tegas melarang jejaring sosial seperti FB, Twitter, beroperasi di negaranya," ucapnya.
Namun ia juga menyadari hak azasi manusia, khususnya yang terkait kebebasan berpendapat. Tapi kebebasan itu pun tentu punya batasan, karena itu dibutuhkan peran Kemenkominfo agar media sosial tidak dijadikan alat memecah belah bangsa. Dalam kaitan ini, Presiden selaku atasan Menkominfo harus mengambil sikap atas ketidakmampuan menterinya menanggulangi persoalan tersebut.
"Presiden harus segera turun tangan dan melakukan evalusi kinerja Menteri Komunikasi dan Informatika yang punya tanggung jawab atas pengawasan terhadap informasi yang beredar di media sosial," tegasnya.
Dia ingatkan, kerusuhan di Suriah, Libya, Mesir dan beberapa negara Timur Tengah lainnya berawal dari pengabain pemerintah dalam pengawasan medsos.
[ald]
BERITA TERKAIT: