Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Arcandra Tahar Masih WNI, Ini Dalil Hukumnya

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/zulhidayat-siregar-1'>ZULHIDAYAT SIREGAR</a>
LAPORAN: ZULHIDAYAT SIREGAR
  • Senin, 15 Agustus 2016, 19:26 WIB
Arcandra Tahar Masih WNI, Ini Dalil Hukumnya
Arcandra Tahar/Net
rmol news logo Status kewarganegaraan Menteri ESDM Arcandra Tahar sebagai Warga Warga Negara Indonesia tidak serta merta lepas kalau benar yang bersangkutan memperoleh paspor dari Pemerintah Amerika Serikat.

Karena berdasarkan Pasal 32 PP 2/2007 tentang Tata Cara Memperoleh Kehilangan, Pembatalan, dan Memperoleh Kembali Kewarganegaraan Republik Indonesia, pembatalan kewarganegaraan seorang WNI harus melalui proses administrasi yang merupakan tindak lanjut laporan baik oleh instansi (tingkat pusat dan daerah) maupun masyarakat tentang diduganya seorang WNI kehilangan kewarganegaraan.

Legal Governance Specialist, Miko Kamal, menjelaskan proses adminstrasi pembatalan kewarganegaraan seorang WNI merupakan pengejawantahan dari Asas Publisitas yang dianut oleh UU 12/2006 tentang Kewarganegaraan. Asas Publisitas adalah asas yang menentukan bahwa seseorang yang memperoleh, kehilangan, memperoleh kembali kewarganegaraan Indonesia, atau ingin tetap menjadi Warga Negara Indonesia diumumkan dalan Berita Negara Republik Indonesia agar masayarakat mengetahuinya.

"Artinya, seorang WNI tidak serta hilang kewaganegaraannya ketika dia menerima paspor dari negara lain," tegas Miko Kamal dalam keterangannya (Senin, 15/8).

Lebih jauh, dia menjelaskan, proses administrasi yang didahului dengan pelaporan (baik oleh instansi maupun masyarakat) dalam membatalkan kewarganegaraan seorang WNI, dapat dipahami sebagai wujud dari kehati-hatian negara dalam mengambil kebijakan penting membatalkan kewarganegaraan seorang warga negaranya.

Karena memang negara harus hati-hati mengambil kebijakan amat penting itu untuk memastikan bahwa warga negaranya yang diberikan paspor oleh negara lain bertindak benar-benar atas kemauan sendiri, tanpa ada kepentingan lain di balik keputusan tersebut. Sikap hati-hati tersebut sangat penting dilakukan oleh negara di tengah persaingan global yang menghalalkan negara-negara saling berlomba membujuk orang-orang berpendidikan untuk beremigrasi ke negaranya yang disebut dengan brain drain.

"Dalam kasus Arcandra, strategi brain drain bisa jadi telah dilakukan oleh Amerika. Sebagaimana diketahui, Arcandra memiliki 3 paten terdaftar di Amerika dan 2 lainnya dalam status pending. Tidak hanya Amerika, negara-negara lain pun mungkin juga tergoda mengambil Arcandra menjadi warganya," ucap yang pernah tinggal di Australia lebih kurang lima tahun ini.

Dalam konteks ini sebenarnya bangsa Indonesia berutang kepada pembuat UU Kewarganegaraan dan aturan turunannya yang dengan sangat arif membuat ketentuan yang menghambat strategi brain drain yang dijalankan oleh negara-negara maju dan pintar seperti Amerika.

"Kita bisa bayangkan, seandainya pembuat UU tidak menjadikan Asas Publisitas sebagai salah satu asas ketika membuat UU Kewarganegaraan, orang hebat seperti Arcandra tidak lagi bisa dimanfaatkan tenaga dan pikirannya untuk membangun bangsa," demikian pengacara Pascasarjana Hukum Universitas Bung Hatta, Padang ini.

Sebelumnya, Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly sudah mengakui bahwa Arcandra Tahar pernah memegang paspor Amerika. Akan tetapi pelepasan status Warga Negara Indonesia Menteri asal Padang itu belum belum diformalkan. Karena itu, status Arcandra masih sebagai Warga Negara Indonesia.  "Jadi secara legal formal belum ada proses pencabutan kewarganegaraan melalui SK Menkumham kepada Pak Arcandra," kata Yasonna.  [zul]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA