Hal itu dengan syarat, jika sampai malam ini (Kamis, 8/5), KPU RI masih belum menyelesaikan daerah pemilihan atau provinsi yang belum disahkan di rekapitulasi hasil penghitungan perolehan tingkat nasional.
Di samping untuk menghindari kebuntuan dan sanksi pidana sebagaimana diatur dalam pasal 319 UU 8/2012 tentang Pemilu DPR, DPD, dan DPRD, hal itu juga untuk menghilangkan kebingungan publik terhadap proses pemilu yang akan berdampak pada terdegradasinya kepercayaan publik terhadap KPU.
"Bawaslu RI dalam hal ini juga harus pro aktif untuk merekomendasikan lebih tegas kepada KPU RI agar Perppu diterbitkan, jangan seakan-akan mengamini para komisioner KPU kena sanksi," kata Wakil Sekjen KIPP Indonesia, Girindra Sandino, kepada wartawan, (Kamis, 8/5).
Pada Pasal 207 ayat (1) UU 8/2012 tentang Anggota DPR, DPD, dan DPRD, intinya menegaskan penetapan pemilu secara nasional paling lambat 30 hari setelah pemungutan suara. Artinya, 9 Mei 2014 harus sudah ditetapkan dan diumumkan.
Menurut dia, secara institusional yang bertanggung jawab atas pelaksanaan pemilu adalah KPU dan Bawaslu. Namun, secara konstitusional, Presiden RI tidak bisa menghindar jika terjadi permasalahan terhadap pelaksanaan tahapan pemilu.
Namun, bila KPU RI masih merasa yakin bisa memenuhi target rekap nasional hingga 9 Mei, bersamaan dengan Penetapan Hasil Pemilu Secara Nasional, permintaan kepada Presiden RI untuk menerbitkan Perppu tidak perlu lagi.
Tetapi yang perlu diperhatikan adalah masih ada 11 provinsi lagi belum disahkan, yakni: Jawa Barat, Sumatera Utara, Maluku, Maluku Utara, Kalimantan Timur, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Barat, Sulawesi Utara, Bengkulu, NTT, dan Sumatera Selatan.
"Yang perlu diperhatikan adalah kualitas rekapitulasi tingkat nasional, karena masih ada saksi parpol yang berkeberatan bahkan tidak mau menandatangani hasil rekap. Maka banjirlah arus gugatan ke Mahkamah Konstitusi," ujarnya.
[ald]
BERITA TERKAIT: