Wacana yang diusulkan oleh Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional atau Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) ini menyarankan penambahan jumlah komisioner di tiga lembaga tersebut menjadi masing-masing 9 orang. Namun, menurut pengamat, kuantitas bukanlah jawaban atas tantangan pemilu yang kian kompleks.
Founder Citra Institute, Yusak Farchan, menilai usulan tersebut tidak tepat sasaran. Menurutnya, penambahan jumlah pimpinan hanya akan membebani birokrasi dan anggaran.
"Jika jumlahnya ditambah menjadi 9 orang, struktur lembaga justru berpotensi menjadi terlalu gemuk. Hal ini pasti berdampak pada unit-unit kerja di bawahnya yang ikut membengkak," ujar Yusak kepada RMOL, Senin, 29 Desember 2025.
Yusak menekankan bahwa efektivitas KPU, Bawaslu, dan DKPP tidak ditentukan oleh seberapa banyak orang yang duduk di kursi pimpinan. Persoalan krusial yang seharusnya dibenahi adalah bagaimana lembaga-lembaga ini menjaga jarak dari kepentingan politik.
"Masalah utama penyelenggara pemilu kita bukan soal kekurangan orang, tapi soal independensi dan akuntabilitas kelembagaan. Apakah mereka berani jujur dan bertanggung jawab? Itu intinya," tegas Magister Ilmu Politik Universitas Nasional (UNAS) tersebut.
Saat ini, komposisi 7 anggota di tingkat pusat dianggap sudah ideal dan memiliki alasan historis yang kuat. Jumlah ganjil tersebut sengaja dipilih oleh legislatif untuk memastikan proses pengambilan keputusan berjalan efektif.
"Angka tujuh itu hasil pertimbangan matang agar lembaga kuat dan efektif. Jumlah ganjil sangat penting dalam rapat pleno untuk menghindari kebuntuan (*deadlock*) saat pemungutan suara," tambah Yusak.
Ia menyimpulkan bahwa daripada sibuk menambah kursi jabatan, pemerintah lebih baik fokus pada penguatan sistem pemilu serentak agar lebih akuntabel dan bersih dari intervensi.
BERITA TERKAIT: