Direktur Pengembangan Big Data Indef, Eko Listiyanto, menilai ada yang tidak nyambung (mismatch) antara ambisi pemerintah dengan target penyaluran kredit dari Bank Indonesia (BI).
Saat ini, BI memproyeksikan kredit hanya tumbuh di kisaran 8-12 persen. Padahal, realisasi hingga Oktober 2025 baru menyentuh angka 7,74 persen. Menurut Eko, angka tersebut terlalu 'adem ayem' untuk memacu ekonomi yang sedang haus likuiditas.
“Saya melihat itu enggak match antara target pertumbuhan ekonomi 6 persen tetapi target kreditnya hanya 8-12 persen,” ujar Eko dalam diskusi publik daring Indef, Senin 29 Desember 2025.
Eko mengajak kita menengok ke belakang. Pada periode 2010-2014, Indonesia pernah menikmati pertumbuhan ekonomi di angka 5,5 persen hingga 6 persen. Pertumbuhan kredit perbankan yang melesat hingga 20 persen menjadi pemicunya.
Jika ingin mengulang kesuksesan tersebut atau mencapai target 5,4 - 6 persen, Eko mengusulkan agar pertumbuhan kredit digenjot dua kali lipat dari angka saat ini.
“Pertumbuhan kredit perlu tumbuh dua kali lipat dari saat ini 7,74 persen, berarti at least 15 persen atau 16 persen,” tegasnya.
Alasannya sederhana namun krusial, yaitu 70 persen ekonomi Indonesia masih bergantung pada likuiditas perbankan. Jika bank tidak mengucurkan dana secara kencang ke sektor riil, roda ekonomi dipastikan bakal berjalan di tempat atau hanya mentok di angka 5 persen.
Kesimpulannya, jika target kredit 8-12 persen, ekonomi diperkirakan datar di kisaran 5 persen. Jika target kredit 15-16 persen, target ekonomi 5,4 persen hingga 6 persen baru masuk akal untuk dicapai.
BERITA TERKAIT: