Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Pernyataan Makar Kapolri Dalam Konteks Mitigasi

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/ruslan-tambak-1'>RUSLAN TAMBAK</a>
LAPORAN: RUSLAN TAMBAK
  • Jumat, 25 November 2016, 11:36 WIB
Pernyataan Makar Kapolri Dalam Konteks Mitigasi
Gunawan/Net
rmol news logo . Silang pendapat dan beda persepsi atas rencana aksi 2 Desember terus berlanjut. Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu mengaku tidak mendengar isu rencana makar dalam aksi lanjutan bela Islam nanti. Sementara Menko Polhukam Wiranto menyatakan informasi perihal potensi makar digali aparat penegak hukum dari media sosial.

Sebelumnya, Kapolri Jenderal Tito Karnavian mengatakan aksi 25 November atau 2 Desember 2016 berpotensi berujung pada upaya penggulingan pemerintah alias makar. Ia mengaku mendapat informasi intelijen bahwa ada penyusup di balik rencana demo itu.

Lantas mengapa Kapolri berani menyebut upaya makar? Pengamat keamanan sekaligus pelaku aksi reformasi 1998, Gunawan menilai pernyataan Kapolri wajar dan profesional. Menurutnya, seperti halnya bencana, apa yang dilakukan Kapolri adalah dalam konteks mitigasi.

"Dalam mitigasi kalau pun tidak terjadi memang itu tujuannya, namun jika sampai terjadi aparat sudah bersiap dan masyarakat peduli," ungkap Gunawan kepada wartawan, Jumat (25/11).

Justru ia melihat pernyataan Kapolri harus didalami oleh mereka yang akan melakukan aksi, apakah ada anasir-anasir seperti itu.

Kepada Pemerintah ia meminta agar satu suara, ia mengingatkan tidak ada gladi bersih dalam sebuah kudeta atau revolusi.

Gunawan melihat kata makar Kapolri harus dilihat bukan pada penjatuhan Presiden secara langsung. Tetapi upaya bertindak diluar jalur konstitusi. Pernyataan Ketua DPR Ade Komarudin untuk membubarkan Pilkada DKI demi persatuan sebagai contohnya.

"Pak Ade berlebihan berbicara begitu, dan bisa dibaca sebagai pintu masuk dan pematangan situasi karena Pilkada DKI rangkaian dari Pilkada serentak. Sistemik itu," tegasnya.

Disisi lain suara untuk kembali ke UUD 1945 asli terus menggema. Berbekal pengalaman kejatuhan Soeharto, Gus Dur apa saja bisa terjadi.

"Semua bisa terjadi karena pelaku masih ada, ada di dalam maupun di luar sistem," ujar Ketua Komite Pertimbangan Indonesian Human Rights Committee for Social Justice (IHCS) ini.

Gunawan juga mengingatkan kepada seluruh elemen prodemokrasi bahwa kemajuan demokrasi saat ini tidaklah gratis. Bahwa ada kekurangan di sana sini adalah tanggung jawab seluruh elemen bangsa.

"Demokrasi tidak bisa di-drive Pemerintah, namun masyarakat juga perlu mengembangkan respek, baru transisi namanya," ujarnya.

Untuk itu, dalam rangka menjaga transisi demokrasi, Gunawan memandang perlu adanya konsolidasi demokratik melalui gerakan nasional menjaga demokrasi dan melanjutkan agenda kerakyatan. [rus]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA