Merupakan kewajiban seÂorang muslim untuk beribadah dan mencari nafkah, meskipun meÂlakukannya dengan harus meÂlewati berbagai rintangan. BeÂgitulah yang dirasakan para peÂsepakbola-pesepakbola Muslim yang merumput di liga-liga Eropa.
Mengingat negara tempat para pesepakbola Muslim berkomÂpeÂtisi tidak terlalu berpengaruh akan adanya puasa di bulan RaÂmadan, maka mereka harus berÂjuang ekstra dengan berpuasa sambil menguras keringat di laÂpaÂngan. Ada beberapa dari para pesepakbola Muslim yang tidak berpuasa saat bermain, ada yang memilih membayar di waktu lain terhadap kewajiban puasa yang ditinggalkannya, ada pula yang hanya meninggalkan puasa saat pertandingan resmi saja, conÂtohnya seperti striker Arsenal Marouane Chamakh.
Lahir di Prancis, 10 Januari 1984, Chamakh mewarisi Islam dari ayahnya, El Mostafa ChaÂmakh, pria asal Maroko yang hijÂrah ke PRancis, tepatnya ke TonÂneins, kota kecil dikelilingi suÂngai Garonne. Tumbuh dan besar di kawasan tempatnya komÂuÂnÂiÂtas perantauan Maroko, nilai-nilai ajaran Islam pun tertanam kuat daÂlam dirinya. Dan itu menÂjadi ponÂdasi karakternya sampai sekarang.
Bagi bekas striker Bordeaux ini, bulan Ramadhan merupakan bulan paling istimewa. Karena itu Chamakh terus berusaha meÂnyelaraskan kewajibannya berÂpuasa, dengan tuntutan prÂoÂfeÂsioÂnalitas untuk tetap bertanding di bulan Ramadan. Solusinya sama dengan rata-rata pesepakbola musÂlim yang merumput di Eropa lainnya, yakni tetap berpuasa saat hanya berlatih, namun tak berpuasa saat bertanding.
“Aku tidak memiliki masalah puasa pada bulan Ramadhan. Hal yang normal, sehari sebelum pertandingan dan saat pertanÂdingan, aku tidak puasa. Namun, aku akan menebusnya di lain waktu,†paparnya.
Solusi ini didapat dari pengaÂlaÂmannya ketika masih berÂseÂraÂgam Bordeaux. Pernah saat memÂperkuat salah satu tim elit Prancis itu pada 2003, ia memakÂÂsakan berpuasa saat akan berÂtanding. Dan itu ternyata sangat meÂnyiksanya.
Bayangkan saja, ia haÂrus bertanding dua jam seÂbeÂlum waktu berÂbuka, dan rata-rata waktu berÂbuka di EroÂpa adalah seÂkitar pukul 20.00.
“Harus saya akui, beÂrat sekali bertanding semÂbari berpuasa,†tamÂbahÂnya. Meski beÂrat, namun Chamakh tetap meÂnganggap RaÂmadhan adalah bulan spesial. “Bisa dikatakan pada siang hari kita menderita, tapi pada maÂlam hari kami merasa takzim dan baÂhagia. Atmosfernya sungguh berÂÂbeda. Ini kesempatan kita unÂtuk menyucikan diri kembali. Momen penting yang tak boleh terleÂwatÂkan begitu saja,†pungÂkasnya. [Harian Rakyat Merdeka]
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: