Puasanya Bolong–bolong

Marouane Chamakh

Minggu, 26 Agustus 2012, 08:24 WIB
Puasanya Bolong–bolong
Marouane Chamakh
rmol news logo Merupakan kewajiban se­orang muslim untuk beribadah dan mencari nafkah, meskipun me­lakukannya dengan harus me­lewati berbagai rintangan. Be­gitulah yang dirasakan para pe­sepakbola-pesepakbola Muslim yang merumput di liga-liga Eropa.

Mengingat negara tempat para pesepakbola Muslim berkom­pe­tisi tidak terlalu berpengaruh akan adanya puasa di bulan Ra­madan, maka mereka harus ber­juang ekstra dengan berpuasa sambil menguras keringat di la­pa­ngan. Ada beberapa  dari para pesepakbola Muslim yang tidak berpuasa saat bermain, ada yang memilih membayar di waktu lain terhadap kewajiban puasa yang ditinggalkannya, ada pula yang hanya meninggalkan puasa saat pertandingan resmi saja, con­tohnya seperti striker Arsenal Marouane Chamakh.

Lahir di Prancis, 10 Januari 1984, Chamakh mewarisi Islam dari ayahnya, El Mostafa Cha­makh, pria asal Maroko yang hij­rah ke PRancis, tepatnya ke Ton­neins, kota kecil dikelilingi su­ngai Garonne. Tumbuh dan besar di kawasan tempatnya kom­u­n­i­tas perantauan Maroko, nilai-nilai ajaran Islam pun tertanam kuat da­lam dirinya. Dan itu men­jadi pon­dasi karakternya sampai sekarang.

Bagi bekas striker Bordeaux ini, bulan Ramadhan merupakan bulan paling istimewa. Karena itu Chamakh terus berusaha me­nyelaraskan kewajibannya ber­puasa, dengan tuntutan pr­o­fe­sio­nalitas untuk tetap bertanding di bulan Ramadan. Solusinya sama dengan rata-rata pesepakbola mus­lim yang merumput di Eropa lainnya, yakni tetap berpuasa saat hanya berlatih, namun tak berpuasa saat bertanding.

“Aku tidak memiliki masalah puasa pada bulan Ramadhan. Hal yang normal, sehari sebelum pertandingan dan saat pertan­dingan, aku tidak puasa. Namun, aku akan menebusnya di lain waktu,” paparnya.

Solusi ini didapat dari penga­la­mannya ketika masih ber­se­ra­gam Bordeaux. Pernah saat mem­perkuat salah satu tim elit Prancis itu pada 2003, ia memak­­sakan berpuasa saat akan ber­tanding. Dan itu ternyata sangat me­nyiksanya.

Bayangkan saja, ia ha­rus bertanding dua jam se­be­lum waktu ber­buka, dan rata-rata waktu ber­buka di Ero­pa adalah se­kitar pukul 20.00.

“Harus saya akui, be­rat sekali bertanding sem­bari berpuasa,” tam­bah­nya. Meski be­rat, namun Chamakh tetap me­nganggap Ra­madhan adalah bulan spesial. “Bisa dikatakan pada siang hari kita menderita, tapi pada ma­lam hari kami merasa takzim dan ba­hagia. Atmosfernya sungguh ber­­beda. Ini kesempatan kita un­tuk menyucikan diri kembali. Momen penting yang tak boleh terle­wat­kan begitu saja,” pung­kasnya. [Harian Rakyat Merdeka]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA