Laporan tersebut disampaikan oleh AKAR Lampung ke Kejati, Senin kemarin (8/7). Pokok laporannya terkait penerbitan Peraturan Gubernur Lampung Nomor 33 Tahun 2020 yang mengatur tata kelola panen dan produktivitas tanaman tebu dengan cara dibakar, yang dinilai merugikan masyarakat dan lingkungan.
Ketua DPP AKAR Lampung, Indra Musta'in mengatakan, peraturan tersebut memberi keuntungan besar bagi PT SGC dengan mengurangi biaya operasional melalui pembakaran lahan tebu. Namun, kebijakan ini berdampak buruk pada lingkungan dan kesehatan masyarakat sekitar.
Selama periode berlakunya peraturan tersebut, AKAR Lampung mencatat ada banyak kasus penyakit pernapasan dan kulit di kalangan warga yang tinggal di sekitar area perkebunan.
"Peraturan ini secara tidak langsung melegalkan praktik pembakaran lahan tebu yang menguntungkan perusahaan namun sangat merugikan masyarakat dan lingkungan," ujar Indra dalam keterangan tertulisnya yang dikutip
RMOLLampung, Selasa (9/7).
Indra Musta'in melanjutkan, peraturan ini melanggar beberapa Undang-undang yang berlaku di Indonesia. Seperti Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, UU Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan, UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, serta Peraturan Menteri Pertanian No. 53/Permentan/KB.110/10/2015 tentang Pedoman Budidaya Tebu Giling Yang Baik.
"Meskipun Mahkamah Agung telah memerintahkan pencabutan peraturan tersebut pada Maret 2024, dampak kerusakan lingkungan dan kerugian kesehatan masyarakat sudah terjadi selama tiga tahun," terangnya.
Selain itu, AKAR Lampung juga menuntut pertanggungjawaban materiil dari pihak Terlapor untuk mengganti kerugian yang dialami masyarakat.
Mereka juga mendesak Kejati Lampung untuk segera memproses hukum mantan gubernur dan perusahaan yang terlibat. Jika tuntutan ini tidak diindahkan dalam kurun waktu 7x24 jam, maka pihaknya berencana melanjutkan laporan ini ke Kejaksaan Agung RI.
"Kami meminta pertanggungjawaban dari saudara Arinal Djunaidi dan pihak SGC agar mereka mengganti kerugian masyarakat yang terdampak. Jika tidak, kami akan melanjutkan laporan ini ke Kejaksaan Agung," tegas Indra.
Lebih lanjut Indra menuturkan, laporan ini didahului dengan pengaduan yang disampaikan kepada Kejaksaan Agung RI pada 13 Juni 2024. Namun, atas petunjuk Kejagung RI, laporan ini juga perlu disampaikan kepada Kejati Lampung agar penanganan kasus berjalan sesuai prosedur struktural.
"Kami berharap laporan ini dapat segera ditindaklanjuti demi keadilan dan perlindungan bagi masyarakat serta lingkungan hidup di Provinsi Lampung. Kami sangat berharap pihak Kejati Lampung segera memproses dan memanggil terlapor guna kepentingan hukum atas dugaan KKN ini," tutup Indra.
BERITA TERKAIT: