Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Implementasi Ketahanan Pangan di Daerah Belum Berjalan Baik

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/adityo-nugroho-1'>ADITYO NUGROHO</a>
LAPORAN: ADITYO NUGROHO
  • Jumat, 02 Februari 2024, 04:02 WIB
Implementasi Ketahanan Pangan di Daerah Belum Berjalan Baik
Ilustrasi Foto/Net
rmol news logo Badan Urusan Legislasi Daerah (BULD) DPD RI menaruh perhatian serius pada persoalan ketahanan pangan di daerah. Namun faktanya, sampai saat ini belum semua daerah mempunyai peraturan sebagai dasar implementasi ketahanan pangan.

"Sejatinya pengelolaan pangan sangat urgen bagi daerah karena menyangkut sembilan indikator sebagai tolok ukur kualitas hidup masyarakat,” ujar Ketua BULD DPD RI Stefanus BAN Liow di Gedung DPD RI, Jakarta, Kamis (1/2).

Menurut dia, pangan sebagai kebutuhan dasar manusia yang paling utama dan bagian dari hak asasi manusia yang dijamin di dalam Undang-Undang Dasar Negara RI Tahun 1945.

“Itu sebagai komponen dasar untuk  mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas," tegasnya.

Secara implementatif, lanjutnya, UU No. 18/2012 tentang Pangan memberikan arah bagi daerah untuk menyelenggarakan kebijakan pelaksanaan ketahanan pangan.

Maka dengan adanya kewenangan pemerintah daerah untuk melaksanakan kebijakan otonomi daerah, tentunya pemerintah daerah memiliki legitimasi yang kuat untuk mengatur secara mandiri.

"Pemerintah daerah memiliki legitimasi secara mandiri dalam berbagai urusan dan menentukan kebijakan yang diambil dalam rangka melaksanakan rencana pembangunan di daerahnya," tutur Stefanus.

Dia menjelaskan BULD DPD RI juga memposisikan diri untuk memberikan penguatan kepada daerah dalam kerangka harmonisasi legislasi pusat-daerah.

Selain itu, pihaknya juga akan memastikan  bahwa peraturan daerah dapat sejalan dengan regulasi yang ditetapkan oleh pusat dan sebaliknya.

"Ini adalah tugas dan fungsi BULD DPD RI, jadi bukan hanya memberikan penguatan tetapi kami juga mengawasi apakah peraturan daerah ini sejalan dengan regulasi pusat," tegasnya lagi.

Anggota DPD RI asal Provinsi Nusa Tenggara Barat Achmad Sukisman Azmy mengaku pesimis soal swasembada pangan pada tahun 2045. Menurutnya masih banyak permasalahan pertanian di Indonesia yang sangat kompleks.

"Banyak hal yang meragukan swasembada pangan 2045, pupuk saja sampai detik ini masih susah. Belum lagi petani dirugikan karena cost sangat tinggi, dan tenaga penyuluh juga berkurang. Bagaimana kita akan bersaing dengan negara maju, dengan negara tetangga saja kita tidak ada apa-apanya," imbuhnya.

Sementara itu, Ketua Umum Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia Giyatmi menjelaskan sistem pangan Indonesia yang kompleks selalu menghadapi beragam ancaman dari berbagai faktor. Hal tersebut menyebabkan terganggunya ketahanan pangan dan meningkatkan risiko terjadinya krisis pangan.

"Pandemi Covid-19 dan konflik Ukraina-Rusia merupakan salah satu faktor ancaman serius terhadap sistem pangan global, termasuk sistem pangan Indonesia," jelasnya.

Giyatmi menambahkan bahwa krisis pangan juga berdampak besar pada kesehatan dan kesejahteraan masyarakat, serta pada perekonomian nasional. Karenanya, krisis pangan merupakan tantangan keberlanjutan kehidupan kemanusiaan yang memerlukan penanganan strategis dan taktis.

"Penanganan ini perlu melibatkan berbagai sektor dan semua pemangku kepentingan secara terintegrasi," pungkasnya. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA