"Metode ini menawarkan cara yang lebih holistik dan berfokus pada memahami akar permasalahan dan faktor psikologis yang mendorong perilaku tersebut," ujar pemerhati sosial dan kependudukan Universitas Islam 45 (Unisma) Bekasi, Rasminto, di Jakarta, Jumat (7/4).
"Dengan memanfaatkan hipnoterapi, pelaku balap liar dapat dipandu untuk merespons situasi dengan cara yang lebih baik dan mengubah perilaku mereka agar tidak mengulangi tindakan melanggar hukum," sambungnya.
Kendati demikian, menurut Rasminto, terobosan ini tidak boleh dianggap sebagai pengganti sistem hukum yang berlaku. Baginya, pelaku balap liar dan pelanggar lalu lintas harus tetap bertanggung jawab atas perbuatannya dan dihukum sesuai hukum yang berlaku.
Rasminto pun berpendapat, upaya terbaik dalam menangani masalah pelaku balap liar dan pelanggar lalu lintas adalah kombinasi dari pendekatan hukum dan pendekatan humanis.
"Penggunaan hukum yang tegas dapat menjadi pendorong bagi pelaku balap liar untuk berubah perilaku dan menghindari tindakan melanggar hukum," jelasnya.
"Sedangkan pendekatan humanis dapat membantu pelaku balap liar memahami akar permasalahan dan mencegah perilaku melanggar hukum terulang kembali di masa depan," tutup Rasminto.
BERITA TERKAIT: