Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Mekanisme Pengembalian Kerugian Lebih Penting daripada Sanksi Pidana

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/widodo-bogiarto-1'>WIDODO BOGIARTO</a>
LAPORAN: WIDODO BOGIARTO
  • Senin, 09 September 2024, 00:41 WIB
Mekanisme Pengembalian Kerugian Lebih Penting daripada Sanksi Pidana
Ketua MPR Bambang Soesatyo/Ist
rmol news logo Masalah korupsi sudah menjadi extra ordinary crime atau 'kejahatan luar biasa', karena memiliki dampak luas yang membahayakan tidak saja keuangan negara, perekonomian negara, tetapi juga bagi keberlangsungan kehidupan negara dan kehidupan sosial. 

Demikian disampaikan Ketua MPR RI sekaligus dosen tetap Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Borobudur Bambang Soesatyo saat menjadi penguji internal Sidang Terbuka Promosi Doktor Ilmu Hukum Wakil Ketua Komisi III DPR Ahmad Sahroni, di Universitas Borobudur Jakarta, Minggu (8/9).

"Karena itu, upaya yang dilakukan untuk memberantas korupsi menjadi luar biasa," kata Bamsoet.

Menurut Bamsoet, saat ini, upaya pemberantasan korupsi dengan penjatuhan hukum pidana penjara dan denda sebagai subsidair, sebagaimana diatur dalam pasal 2 dan 3 Undang-undang Tindak Pidana Korupsi, tidak efektif dan masih menyisakan polemik atas kerugian negara yang tidak kembali atau tidak sesuai dengan kerugian yang ditanggung negara. 

Sulitnya pengembalian kerugian negara karena ketidaksesuaian antara nilai kerugian negara akibat korupsi dengan jumlah pengembalian kerugian negara oleh koruptor.

"Penanganan kasus korupsi di Indonesia masih mengedapankan prinsip primum remedium yang menjadikan sanksi pidana sebagai pilihan utama yang menitikberatkan pada hukuman badan atau penjara bagi pelaku korupsi," kata Bamsoet.

Namun hukum pidana belum berkontribusi secara signifikan terhadap recovery aset. 

Sebagai contoh, dari 1.218 perkara korupsi baik yang diadili di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Pengadilan Tinggi, hingga Mahkamah Agung, dengan total 1.298 terdakwa dan perkiraan kerugian negara mencapai Rp56,7 triliun dan nilai suap mencapai Rp322,2 miliar. Ternyata pengembalian kerugian negaranya hanya Rp19,6 triliun.

Bamsoet menguraikan, hasil kajian Indonesia Corruption Watch (ICW) dalam periode 2013-2022 mencatat kerugian negara akibat korupsi mencapai Rp238,14 triliun. 

Sementara, pada tahun 2023, ICW mencatat terdapat 791 kasus korupsi yang menimbulkan kerugian negara mencapai Rp28,4 triliun. 

"Pada tahun 2023 tersebut, sejumlah pihak berhasil melakukan pengembalian kerugian keuangan negara," kata Bamsoet. 

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diketahui melakukan pengembalian kerugian keuangan negara sebesar Rp526 miliar, Polri sebesar Rp909 miliar, serta Kejaksaan sebesar Rp13,1 miliar dari denda, Rp211,4 juta dari uang pengganti, Rp1,5 miliar dari hasil lelang, dan Rp671.500 dari biaya perkara.rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA