Hal ini disampaikan Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Harli Siregar merespons banyak sengketa lahan yang berujung saling mengkriminalisasi salah satu pihak.
Tak terkecuali kasus perseteruan antara PT. Santosa Kurnia Bahagia (SKB) dengan PT. Gorby Putra Utama (GPU). Konflik itu bahkan mengakibatkan dua orang pekerja atau Satpam PT. SKB dikriminalisasi karena dituduh menghalangi aktivitas pertambangan yang diklaim PT. Gorby Putra Utama (GPU).
"SE itu sekarang dituangkan dalam Pedoman Nomor 24 Tahun 2021 tentang Penanganan Perkara Tindak Pidum," kata Harli Siregar kepada wartawan di Jakarta, Kamis (4/7).
Dalam SE Jaksa Agung itu disebutkan bilamana Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) dan Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) menerima SPDP dari penyidik yang objek perkara pidananya berupa tanah maka hendaknya diatensi secara sungguh-sungguh dengan menyikapi secara objektif, profesional dan proporsional.
Sehingga tidak mudah dipengaruhi oleh manuver-manuver dari oknum-oknum yang memiliki kepentingan pribadi.
Melalui SE itu juga Jaksa Agung telah mendelegasikan kewenangan kepada para Kajari dalam melakukan pengendalian tuntutan perkara tindak pidana umum sehingga dengan kewenangannya diharapkan para Kajati dan Kajari memiliki kemandirian fungsional, keberanian bersikap dan bertindak selaras dengan rasa tanggung jawab profesi yang tinggi.
Pedoman lain yang tak kalah penting dari SE itu ialah jika ada pihak yang melanggarnya, misalnya berupa penyerobotan tanah maka kasus tersebut dapat dipidanakan.
Namun sebaliknya, jika sekiranya kasus yang objeknya berupa tanah yang belum jelas status hukum kepemilikannya, sehingga menjadi objek sengketa perdata.
Demikian juga sengketa-sengketa dalam transaksi jual beli tanah, di mana status hukum kepemilikan telah dimiliki oleh penjual, selanjutnya terjadi sengketa dalam transaksi jual beli tanah yang bersangkutan maka kasus tersebut berada dalam ranah perdata dan merupakan perkara perdata murni sehingga tidak selayaknya dipaksakan untuk digiring masuk ke ranah pidana umum.
Untuk itu, Harli kembali menekankan jika SE itu masih jadi pedoman seluruh Kajati dan Kajari dalam menangani kasus pertanahan.
"SE itu masih berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Pedoman Nomor 24 Tahun 2021," tegas Harli.
Sebelumnya, dua satpam PT. SKB, yaitu Jumadi dan Indra dikriminalisasi dan ditahan Bareskrim Polri sejak Kamis, 2 Mei 2024, lantaran diduga menghalangi aktivitas pertambangan PT. GPU. Sementara itu, menurut pengakuan kedua Satpam PT SKB, mereka melakukan pengamanan di area kawasan PT. SKB sendiri.
Akibat kriminalisasi itu, keduanya mengajukan gugatan praperadilan atas penetapan tersangka oleh Bareskrim Polri ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin, 10 Juni 2024. Namun, PN Jaksel menolak praperadilan yang diajukan dua Satpam PT SKB Jumadi dan Indra, Kamis, 20 Juni 2024.
Penahanan kedua satpam tersebut bermula dari sengketa lahan antara PT SKB dengan PT. GPU. Polemik panjang dugaan saling klaim kepemilikan lahan yang terjadi antara PT. GPU dan PT. SKB hingga saat ini masih berlanjut.
Dugaan pengrusakan lahan sawit yang diklaim PT. SKB milik salah satu pengusaha ternama di Kota Palembang, yang disinyalir dilakukan sejumlah oknum dari PT. GPU. Berdasarkan data yang dihimpun, kisruh keduanya sudah sampai pada tahap saling gugat di Pengadilan Negeri (PN) Palembang.
Saat itu, menurut PT. SKB izin pertambangan yang dipergunakan oleh pihak penggugat PT. GPU patut diduga palsu. Menurut PT SKB sebagai tergugat kala itu, izin pertambangan mereka peroleh pada 1 Juni 2009, yakni keputusan Bupati Musi Rawas no.002/KPTS/DISTAMBEN/2009.
BERITA TERKAIT: