Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Lindungi Hak Asasi Nelayan, MK Diminta Tolak Pengajuan Judicial Review PT GKP

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/adityo-nugroho-1'>ADITYO NUGROHO</a>
LAPORAN: ADITYO NUGROHO
  • Rabu, 20 September 2023, 01:36 WIB
Lindungi Hak Asasi Nelayan, MK Diminta Tolak Pengajuan <i>Judicial Review</i> PT GKP
Ilustrasi Foto/Ist
rmol news logo Permohonan pengujian undang-undang  (judicial review)  yang diajukan PT Gema Kreasi Perdana (PT GKP) di Mahkamah Konstitusi (MK) terhadap UU 27/2007 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil dinilai akan membuka eksploitasi berbasis pertambangan.

Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI) dan Ekomarin yang tergabung dalam Tim Advokasi Anti-Pertambangan di Wilayah Pesisir dan Pulau Kecil Demi Kemanusiaan (Terpukau) menilai pengajuan Perkara Nomor 35/PUU-XXI/2023 yang meminta MK untuk membatalkan Pasal 23 ayat (2) dan Pasal 35 huruf k UU 27/2007 itu sepatutnya ditolak.

“Padahal, ijin yang sama telah ditolak oleh Mahkamah Agung. Kami menganggap eksistensi kegiatan pertambangan itu akan berujung pada pelanggaran hak asasi nelayan,” kata Koordinator Nasional Ekomarin, Marthin Hadiwinata kepada wartawan di Jakarta, Selasa (19/9).

Sambung dia, pengalaman telah membuktikan bahwa aktivitas pertambangan yang dilakukan di wilayah pesisir dan pulau kecil membuat nelayan tradisional kehilangan ruang hidup dan hak asasinya yang telah diatur secara konstitusional melalui UUD 1945.

“Nelayan terancam kehilangan hak atas hidup yang layak, hak atas rasa aman, hak atas pangan, serta hak atas pekerjaan,” jelas Marthin.

Menurutnya, beberapa nelayan tradisional di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil yang dihadapkan pada  eksploitasi berbasis pertambangan  telah ditemukan berbagai bentuk bukti pelanggaran hak asasi.

“Misalnya, kerusakan pulau menjadi tidak layak huni lagi, debu batu bara menimbulkan gangguan pernafasan, sungai dan wilayah pesisir pantai tercemar limbah pertambangan hingga tidak lagi memiliki akses terhadap air bersih serta sumber makanan sehari-hari yang biasanya didapatkan ketika melaut seperti udang atau ikan sungai,” bebernya.

Selain itu, lanjut dia, nelayan tradisional dengan kapal kecilnya pun harus melaut lebih jauh dan lama karena perairan di sekitar pulau sudah rusak.

“Terjadi kerusakan habitat sehingga tidak ada lagi ikan atau hewan laut yang bisa dimanfaatkan sebagai lauk atau dijual untuk penghidupan mereka,” jelasnya lagi.

“Belum lagi selalu berujung dengan bencana ekologis seperti banjir lumpur yang merendam rumah warga dan daerah sekitar pulau,” tambahnya.

Oleh karena itu, Marthin berharap MK harus betul-betul mendudukkan perspektifnya dalam memeriksa Nomor 35/PUU-XXI/2023.

“Bahwa pertimbangan hak asasi nelayan tradisional sebagai hak konstitusional di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil harus jadi basis, bukan kepentingan investasi dan bisnis,” ujarnya.

“Jangan sampai, ketika hak asasi dihadapkan pada kepentingan bisnis maka hak asasi yang digadaikan,” tandasnya. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA