Hakim tunggal Effendi Mukhtar menyatakan bahwa penetapan tersangka Syafruddin oleh Komisi Pemberantasan Korupsi telah sesuai prosedur.
"Hakim praperadilan berpendapat bahwa prosedur penetapan tersangka yang dilakukan termohon sudah memenuhi bukti permulaan yang cukup, yaitu sekurang-kurangnya dua alat bukti yang mengacu kepada pasal 184 KUHAP," jelas Effendi saat pembacaan putusan praperadilan di PN Jaksel, Jalan Ampera Raya (Rabu, 2/8).
Menurutnya, keterangan saksi, keterangan ahli dari Badan Pemeriksa Keuangan, dan alat bukti surat sudah memenuhi sahnya penetapan Syafruddin sebagai tersangka.
"Sehingga penetapan tersangka terhadap diri pemohon sudah sah dan berdasarkan hukum. Sehingga petitum pemohon yang menyatakan penyelidikan dan penyidikan yang dilakukan termohon adalah tidak sah adalah tidak beralasan sehingga harus ditolak," beber Effendi.
Lanjutnya, karena petitum utama yaitu menyatakan tindakan termohon telah menetapkan pemohon sebagai tersangka adalah tidak sah telah ditolak maka permintaan pemohon lainnya tidak mengikat dan juga harus ditolak seluruhnya. Majelis hakim mempertimbangkan bahwa KPK masih berwenang dalam penuntutan kasus pengemplangan Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) yang menjerat Syafruddin karena belum kadaluwarsa sesuai pasal 78 KUHP.
Sesuai pasal 78 KUHP, majelis hakim berpendapat bahwa penuntutan kasus Syafruddin adalah 18 tahun, terhitung setelah dilakukannya tindak pidana terhadap yang bersangkutan.
"Tindak pidana yang diduga dilakukan oleh pemohon kadaluwarsa dihitung 27 April 2004 maka kadaluwarsa kasus itu 27 April 2022. Pemohon ditetapkan tersangka pada 20 Maret 2017 maka belum dapat dikategorikan kadaluwarsa," demikian Effendi.
KPK menetapkan status tersangka terhadap Syafruddin selaku mantan kepala BPPN atas dugaan korupsi dalam pemberian Surat Keterangan Lunas (SKL) tahun 2002 lalu.
SKL diterbitkan berdasarkan Instruksi Presiden Nomor 8/2002 tentang pemberian jaminan kepastian hukum kepada debitor yang telah menyelesaikan kewajibannya atau tindakan hukum kepada debitor yang tidak menyelesaikan kewajibannya berdasarkan pemeriksaan Penyelesaian Kewajiban Pemegang Saham (PKPS).
[wah]
BERITA TERKAIT: