Bandar narkoba ini semÂpat mencoba menyuap Kepala BNN Budi Waseso dengan uang sebesar Rp 8 miliar pada 2016. Namun, usaha tersebut tidak berhasil.
"Toge ini waktu ditangkap April 2016 ingin menyuap saya Rp 8 miliar, dan untuk para anggota BNN. Memang gak ke saya langsung, tapi lewat orang. Tapi tetep aja saya gak tergiur," cerita Kepala BNN, Budi Waseso saat jumpa pers terkait penangkapan Toge di Cawang, kemarin.
Pria yang akrab disapa Buwas ini mengatakan, kasus penangÂkapan terhadap Toge merupakan bukti masih lemahnya pengaÂmanan dan pengawaaan di daÂlam lapas. Termasuk lemahnya sistem hukum dalam penegakan hukum, yang kemudian dimanÂfaatkan para bandit untuk menÂjalankan bisnis haramnya dari dalam lapas.
"Jadi gak perlu heran kaÂlau narkoba di Indonesia suÂlit diberantas. Pengawasan di dalam lapas aja lemah, belum lagi dari sisi sistem hukum juga lemah. Makanya, masih ada aja ‘permainan’ di dalam lapas," kata Buwas.
Buwas pun menyadari, dalam setiap proses hukum, terpidana memiliki hak yang tak bisa diÂlupakan. Seperti proses banding, kasasi, Peninjauan Kembali (PK), dan amnesti. Namun, perlu ada sikap tegas dan kongkrit agar dalam memenuhi hak terpidana yang biasanya memakan waktu lama, tidak menjadi celah bagi para bandit untuk kembali meÂjalankan bisnis haramnya.
"Proses hukum dari tahap satu ke tahap berikutnya memang tidak bisa cepat. Bisa tahunan. Dan mereka tentunya menunggu sambil berharap bisa mendapat keringanan, yang juga mereka manfaatkan untuk mencari uang. Makanya, perlu ada sikap tegas agar hal semacam ini tidak terÂjadi lagi," ujarnya.
Bekas Kabareskrim ini meÂnyebut, perlunya sikap tegas daÂlam menangani tahanan narkoba dilandasi sampai saat ini hampir semua terpidana kasus pereÂdaran narkoba, yang merupakan setengah dari total pengedar narkoba yang ada di seluruh Indonesia, masih bisa mengenÂdalikan jaringannya dari balik jeruji besi.
"Coba bayangin, lima puÂluh persen peredaran narkoba pengendaliannya itu ada di lapas. Nah kalau itu bisa ditangani, berarti peredaran narkoba di Indonesia lima puluh persen bisa kita tangani," tuturnya.
Namun, Buwas mengaku, pihaknya belum bisa mengungkap semua kasus lantaran masih kekurangannya alat bukti. Sebagai landasan untuk bisa memproses para terpidana yang masih mengendalikan jaringan narkoba.
"Nah kalau untuk untuk kasus Toge, saat penangkapan kami juga menemukan narkoba di dalam lapas. Saya yakin ini juga ada keterlibatan petugas. Pasti, bukan kemungkinan. Namanya narkoba, gak mungkin jalan sendiri kalau gak ada kakinya," ucapnya.
Buwas kemudian bercerita bahwa sosok Toge tercatat sebaÂgai residivis kasus narkoba kamÂbuhan karena sudah beberapa kali dipenjara. Toge pertama kali ditangkap pada 2005, dan 2007 untuk yang kedua kalinya. Setelah itu tahun 2010 dia kemÂbali ditangkap dengan barang bukti dua ribu butir pil ekstasi.
"Di 2010, Toge dihukum 10 tahun dan dijalankan di (LP) Tanjung Gusta. Tapi kemudian pada 1 April 2016, dia kemÂbali berhadapan dengan aparat penegak hukum karena kedaÂpatan mengedarkan sabu 21 kg dan ekstasi 44.849 butir dan pil happy five sebanyak 591 butir," terangnya.
Kasus Toge ini juga semÂpat menggemparkan institusi Polri karena menyeret seorang perwira, AKP Ichwan Lubis. Perwira menengah yang saat itu menjabat sebagai Kasat Narkoba Polres Pelabuhan Belawan itu menerima uang Rp 2,3 miliiar dari Tony yang diduga untuk mengamankan kasus yang meÂlibatkan jaringannya. ***
BERITA TERKAIT: