KPK Prihatin Anggaran Pertahanan Negara Juga Dicuri

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/'></a>
LAPORAN:
  • Kamis, 15 Desember 2016, 20:05 WIB
KPK Prihatin Anggaran Pertahanan Negara Juga Dicuri
Net
rmol news logo Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo merasa prihatin adanya oknum penyelenggara negara yang mencari keuntungan di tengah kebijakan penghematan anggaran. Terlebih dalam proyek monitoring satelit di Badan Keamanan Laut (Bakamla), pemerintah sudah memotong anggaran proyek hingga setengahnya dalam APBN Perubahan 2016.

Sebelumnya, anggaran proyek tersebut mencapai Rp 400 miliar dan dipotong menjadi Rp 200 miliar. Namun masih saja ada oknum yang mencari keuntungan.

Padahal menurut Agus, pemerintah saat ini sedang melakukan program pengetatan APBN, dan sedang mengoptimalkan pendapatan negara di luar sektor pajak.

"Kita lagi-lagi prihatin dengan kejadian seperti ini apalagi kalau kita melihat kronologisnya, ternyata anggaran dari APBN-P 2016. Anda mungkin semua tahu APBN direvsi, dikurangi karena memang negara sedang mengumupulkan penerima yang tidak sesuai PNBP, hanya betul-betul prioritas. Ini malah kemudian APBN ada korupsi di dalamnya. kita harus prihatin betul dengan kejadian seperti ini," jelas Agus di kantornya, Jalan Rasuna Said, Jakarta, Kamis (15/12).

Senada dengan Agus, Wakil Ketua KPK Laode Syarif juga merasakan keprihatinan mendalam atas ulah pejabat negara yang mencuri dana pengadaan monitoring satelit Bakamla, infrastruktur yang dikhususkan untuk strategis keamanan NKRI.

"Pengadaan ini strategis untuk keamanan dan kepentingan Republik Indonesia yang dikelola Bakamla ini adalah sesuatu yang sangat penting. Kalau anggaran pertahanan negara saja di korupsi akan berdampak pada pertahanan negara," ujar Syarif.

"Ini sudah ada pemotongan anggaran dari Rp 400 miliar, dijadikan Rp 200 miliar. Yang disesalkan meski anggaran dipotong masih juga disunat lagi," imbuhnya.

KPK menangkap Deputi Informasi Hukum dan Kerjasama yang juga mantan Pelaksana Tugas Sekretaris Utama Bakamla Eko Susilo Hadi dalam operasi tangkap tangan Rabu kemarin (14/12). Eko bersama dua pegawai PT Melati Technofo Indonesia yakni Hardy Stefanus dan M. Adami Okta kedapatan bertansaksi suap terkait proyek alat monitoring satelit 2016 senilai Rp 200 miliar yang sumber pendanaannya melalui APBN-P 2016.

Dalam OTT tersebut, KPK mengamankan barang bukti uang senilai Rp 2 miliar berbentuk dolar AS dan dolar Singapura. Uang tersebut ternyata pemberian pertama dari Rp 15 miliar yang dijanjikan oleh Dirut PT Melati Technofo Indonesia (MTI) Fahmi Darmawansyah.

Fahmi diduga menjanjikan uang senilai Rp 15 miliar kepada Eko jika perusahaannya memenangkan lelang proyek alat monitoring satelit 2016. Jumlah yang dijanjikan merupakan 7,5 persen dari total nilai proyek. Hingga saat ini, Fahmi masih dalam proses pencarian penyidik KPK.

Atas perbuatannya, Eko Susilo Hadi disangkakan melanggar pasal 12 ayat 1 huruf (a) atau pasal 12 huruf (b) atau pasal 11 UU 31/1999 sebagaimana diubah UU 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Sementara, Fahmi Dharmawansyah, Hardy Stefanus, dan M. Adami Okta yang menjadi pemberi suap disangkakan pasal 5 ayat 1 huruf (a) atau pasal 5 ayat 1 huruf (b) atau pasal 13 UU 31/1999 sebagaimana diubah UU 20/2001 junto pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. [wah]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA