Menurut Wakil Ketua MPR, Hidayat Nur Wahid, kasus itu bisa terjadi lantaran lemahnya UU Perlindungan Anak saat ini.
"Ini mengungkapkan masalah besar bersama yaitu lemahnya UU Perlindungan Anak," ungkapnya kepada wartawan di kompleks DPR, Senayan, Jakarta Pusat, Kamis (1/9).
Ia juga mengkritisi kinerja Menteri Sosial, Khofifah Indar Parwansa dan Menteri Peranan Perempuan dan Perlindungan Anak, Yohana Yambise dalam penanganan darurat keamanan anak.
"Mensos dan Menteri PP dan PA bahwa Indonesia bahaya darurat anak, dan ini terbukti," tandasnya.
Pasalnya, petinggi Partai Keadilan Sosial (PKS) ini menilai UU Perlindungan Anak masih harus digodok di Mahkamah Konstitusi. Sebab, dirinya menilai hingga sejauh ini masih belum ada aturan hukum yang mengatur hukuman bagi penyuka sesama jenis yang terlibat prostitusi.
"Karena menurut saya saat ini ada judicial review di MK, dan MK lihat ini sebagai fakta yang hadirnya produk peraturan perundang-undangan yang memberikan sanksi hukum pada mereka-mereka bukan hanya kejahatan pada anak-anak," tambahnya.
"Ini kan kejahatan sesama jenis laki-laki dengan laki-laki belum ada hukumnya makanya sekarang sedang ada judicial review di MK soal prostitusi. Dengan adanya produk hukum saat ini memberikan paling tidak pijakan hukum pada perlindungan anak," tukasnya.
Oleh karena itu, ia mengimbau aparat kepolisian untuk membongkar tuntas mafia mucikari jaringan prostitusi tersebut.
"Jadi Polri jangan setengah-setengah bongkar itu mafia-mafia di baliknya. Apabila ada mucikari di belakangnya bongkar abis. Sangat mengerikan bila anak dihargai cuma seratus dua ratus ribu," demikian Hidayat.
Sebelumnya, kasus ini terungkap setelah polisi menangkap AR (41) di kawasan Puncak, Bogor. AR merupakan seorang mucikari yang biasanya menawarkan anak berusia kisaran 18 tahun untuk kaum gay melalui akun Facebook (FB).
[zul]
BERITA TERKAIT: