Begitu jawaban Uskup Agung Mgr Ignatius Suharyo saat ditanya soal kebijakan hukuman mati yang akan diterapkan pemerintah terhadap para bandar narkoba.
Alasan kedua, lanjutnya, di negara-nagara lain hukuman semacam ini masih pro dan kontra. Negara yang menerima kebijakan ini juga sangat selektif dan hati dalam menerapkan.
"Ketiga, seorang bandar narkoba yang sudah diputuskan bersalah harus dieksekusi, mereka kan belum tentu bersalah?" sambungnya dalam konferensi pers di Gereka Paroki Katedral, Jakarta (Kamis, 25/12).
Dijelaskan Ignatius bahwa teori pembalasan yang diterapkan atau kejahatan dibalas setimpal dengan tingkat kejahatannya itu tidak bagus. Rehabilitasi, kata dia, jauh lebih baik dalam menangani hal ini.
"Hukuman mati tidak sejalan dengan pengurangan tindak kejahatan. Ini terbukti di Tiongkok. Rehabilitas jauh lebih baik," sambungnya.
Ia lebih lanjut menjabarkan mengenai esensi bahwa bandar narkoba harus dipertimbangkan alasan mengapa mereka harus menjadi bandar. Menurutnya, kalau ada pekerjaan yang lebih layak para bandar narkoba dipastikan tidak akan terjerumus ke situ.
"Kalau aman, nyaman, dan sejahtera saya rasa tidak ada yang mau jadi bandar. Siapa coba yang mau?" lanjut Ignatius.
"Gebyak uyah (menabur garam) seperti itu tidak menjamin kebenaran, harus dikaji satu persatu," tandasnya.
[wid]
BERITA TERKAIT: