Indonesian Corruption Watch (ICW) menilai, perseteruan antara Koalisi Indonesia Hebat dan Koalisi Merah Putih diyakini punya andil dalam terhambatnya pemilihan pimpinan KPK.
"DPR ini punya PR (pekerjaan rumah), dan sampai sekarang tidak selesai. KPK bisa menjadi korban ketidakjelasan sikap politik para politikus Senayan," ungkap peneliti ICW Lalola Easter dalam jumpa pers di kantornya, Kalibata, Jakarta, Minggu (30/11).
Dia menjelaskan, berdasarkan pasal 30 ayat 10 Undang-Undang 30/2002 tentang KPK, DPR wajib memilih dan menetapkan pimpinan KPK dalam waktu paling lama tiga bulan sejak presiden menyerahkan nama bakal calon. Hal ini jelas menggugurkan alasan DPR yang ingin dilibatkan dalam proses seleksi sejak awal.
"Apalagi, sekarang calonnya hanya dua. DPR bisa saja dengan mudah memilih karena seleksi sudah dilakukan oleh panitia seleksi," kata Lola.
Menurutnya, hal itu sengaja dilakukan DPR
untuk melemahkan KPK. Perseteruan antara dua kubu koalisi ditengarai hanya kedok untuk menghambat kerja KPK ke depan.
"KPK jadi korban politik DPR. Bisa saja KMP dan KIH tidak berseteru hanya ingin menghambat saja," tegasnya.
BERITA TERKAIT: