Kecaman tersebut disampaikan melalui Kantor Berita Pusat Korea
(KCNA), yang dikelola pemerintah Pyongyang pada Minggu, 20 April 2025.
Dalam laporannya,
KCNA menuduh bahwa penjualan senjata AS bukan hanya dimotivasi oleh keuntungan ekonomi, melainkan juga sebagai bagian dari strategi politik global Washington.
"Bagi Amerika Serikat, penjualan senjata bukan hanya sekadar ruang menghasilkan uang untuk memenuhi keinginan moneter, tetapi juga merupakan sarana utama untuk mendukung realisasi kebijakan luar negeri yang agresif, yang mencari hegemoni," tulis
KCNA.
Langkah Trump tersebut diumumkan melalui sebuah perintah eksekutif yang ditandatangani pada 9 April.
Kebijakan ini menyerukan peninjauan ulang terhadap peraturan ekspor senjata dalam negeri guna mempermudah penjualan peralatan pertahanan AS ke negara lain.
KCNA menyebut bahwa kebijakan ini sejalan dengan sejarah panjang intervensi militer AS, dan menuduh Washington memperpanjang konflik global, termasuk di Ukraina dan Jalur Gaza, dengan dalih mempromosikan perdamaian.
"Langkah AS untuk melonggarkan regulasi ekspor senjata justru berarti memperluas perang," tegas media tersebut.
Dalam laporan yang sama, Pyongyang menyoroti bahwa mayoritas senjata yang diekspor AS dalam beberapa tahun terakhir jatuh ke tangan apa yang mereka sebut sebagai "maniak perang" di Eropa dan Timur Tengah.
Mereka juga menuduh AS menggunakan senjata sebagai alat untuk mempersenjatai pasukan proksi di berbagai zona konflik.
"Dampaknya menjadi jelas ketika senjata mematikan Amerika diserahkan kepada pasukan 'proksi' yang terlibat dalam perang," lanjut
KCNA.Meski mendapat kecaman dari Korea Utara dan negara-negara lain, pemerintahan Trump mengklaim bahwa kebijakan pelonggaran ini bertujuan untuk memperkuat sektor industri pertahanan domestik sekaligus memperluas pengaruh strategis AS melalui kemitraan militer global.
Namun, kritik dari Pyongyang menunjukkan bahwa kebijakan ini dapat memperburuk ketegangan geopolitik yang sudah tinggi dan semakin menyulitkan upaya diplomasi internasional di tengah konflik yang masih berlangsung di berbagai belahan dunia.
BERITA TERKAIT: