Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Pencalonan Harris Sejarah yang Terulang, Apa Bisa Menang?

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/hani-fatunnisa-1'>HANI FATUNNISA</a>
LAPORAN: HANI FATUNNISA
  • Selasa, 23 Juli 2024, 11:40 WIB
Pencalonan Harris Sejarah yang Terulang, Apa Bisa Menang?
Wakil Presiden Amerika Serikat, Kamala Harris/Net
rmol news logo Kamala Harris merupakan tokoh Partai Demokrat paling menonjol dan kemungkinan menggantikan Presiden Joe Biden yang mundur dari pencalonan.

Dia masih harus berjuang untuk keluar sebagai calon presiden resmi dari Partai Demokrat. Tetapi Biden secara khusus telah mengajukan nama Harris untuk menggantikannya.

Menurut pengamat politik, Denny JA, kemunduran Biden dan pencalonan wakilnya Harris bukan pertama kalinya terjadi dalam sejarah Amerika Serikat.

Presiden AS ke-36, Lyndon Baines Johnson (1963?"1969) memutuskan tidak berpartisipasi dalam pemilu berikutnya dan memberikan mandat pada wakilnya, Hubert H. Humphrey untuk maju.

"Sama dengan Joe Biden, dia (Johnson) memberi mandat pada wakilnya untuk maju. Merasa tidak populer  karena dilekatkan dengan perang Vietnam," ungkapnya dalam sebuah video di kanal Youtube Denny JA yang dilihat redaksi pada Selasa (23/7).

Sayangnya, kata Denny, pada pemilu 1968 Humphrey mengalami kekalahan. Dengan kemiripan tersebut, menarik untuk melihat apakah nasib yang sama akan terjadi pada Harris.

"Akankah ini juga berulang ketika Joe Biden tidak maju, akahkah Kamala Kalah?," ujar Denny.

Lebih lanjut, Denny menyoroti pesaing Biden, Donald Trump. Menurutnya, pencalonan Trump yang merupakan seorang mantan presiden AS mirip dengan apa yang pernah terjadi pada Stephen Grover Cleveland.

Di masa itu, Cleveland pernah menjabat pada tahun 1885 1889. Dia kemudian maju lagi dan akhirnya terpilih kembali hingga memerintah pada 1893-1897.

Itu mengapa, Denny menyebut kemenangan Trump pada pemilu November mendatang hanya akan mengulang sejarah saja.

Namun berbeda jika Harris yang menang. Denny menjelaskan, kemenangan wakil Biden akan menjadi sejarah besar bagi negara super power seperti AS.

Harris bukan hanya akan menjadi presiden AS pertama, tetapi juga dia adalah pemimpin yang berasal dari kalangan minoritas di negara itu.

"Harris bukan laki-laki, dia bukan kulit putih dan dia tidak menganut Protestan. Maka kemenangannya menjadi contoh yang nyata dari teori politik tentang sebuah negara yang memungkinan setiap warga memiliki peluang hukum yang sama," pungkasnya.rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA