Pakar Korea Utara yang pernah menjadi konsultan untuk Amerika Serikat, Ken Gause mengatakan bahwa Kim mengembangkan kekuatan nuklir untuk mempertahankan kedaulatannya.
Tetapi belakangan menjadi pemerintahan yang lebih normal karena Kim mulai menyesuaikan hubungan bilateralnya dengan sejumlah negara sekutu seperti Rusia dan China.
Menurut Gause, masih banyak yang tidak melihat pergeseran taktik ini. Negara yang sebelumnya mengasingkan diri dan bermusuhan dengan AS, justru mulai mendekati teman yang sejalan.
“Masalahnya adalah banyak orang tidak bisa melihat perubahan di Korea Utara,” kata Gause, seperti dikutip dari
Wall Street Journal (WSJ) pada Rabu (27/2).
Gebrakan Kim mulai terlihat bulan lalu, saat dia meninggalkan doktrin pendahulunya dan menyatakan bahwa Pyongyang tidak akan lagi mengupayakan reunifikasi damai dengan Seoul.
Korea Selatan dimasukkan sebagai musuh Utama Korea Selatan, dan Kim memerintahkan negaranya untuk bersiap dengan kemungkinan perang.
“Suatu saat perang menjadi kenyataan yang kita hadapi. Kami tidak akan pernah berusaha menghindarinya,” kata Kim dalam sebuah pernyataan Januari lalu.
Deklarasi permusuhan Kim membuat Korea Selatan, Amerika Serikat dan sekutu Barat semakin khawatir.
Terlebih, menurut penasihat Kementerian Unifikasi Korea Selatan Kuyoun Chung, Korea Utara telah menghasilkan lebih banyak persenjataan dalam lima tahun terakhir dibandingkan dengan periode serupa.
Namun invasi besar-besaran yang dilakukan oleh Korea Utara tampaknya sangat tidak mungkin terjadi. Pasalnya Kim tidak menyampaikan itu dalam pidatonya dan cadangan senjatanya juga mulai berkurang karena dikirim ke Rusia untuk perang.
Kendati demikian, Seoul dan sekutunya tetap tetap khawatir mengenai potensi bentrokan skala kecil antara kedua Korea, termasuk infiltrasi drone atau serangan maritim, terutama di Laut Kuning atau wilayah perbatasan barat.
Mantan utusan AS untuk perundingan enam negara dengan Korea Utara pada tahun 2014 dan 2015, Sydney A. Seiler menilai bahwa Kim meningkatkan kekuatan militernya setelah berasumsi bahwa AS telah kehabisan tenaga karena membantu Israel dan Ukraina.
Mantan negosiator AS dengan Korea Utara, Robert L. Carlin menjelaskan perubahan sikap Kim mungkin karena dia lelah dengan negoasiasi damai dengan AS.
“Kim mungkin menyimpulkan bahwa Washington tidak akan pernah menerima negaranya sebagai negara yang sah dan ingin melenyapkannya,” ujar Carlin.
Rekan penulis Carlin, Siegfried S. Hecker memperkirakan Korea Utara memiliki 50 hingga 60 hulu ledak nuklir dalam lima tahun terakhir.
“Yang paling membuat saya khawatir adalah mereka terus meningkatkan ukuran dan kecanggihan persenjataan dan sarana pengiriman nuklir mereka,” paparnya.
Seorang pelarian dari kamp penjara Korea Utara, Kang Chol-hwan, peningkatan kekuatan nuklir Pyongyang mencerminkan kesadaran Kim, bahwa negosiasi dengan AS tidak bisa diharapkan.
Terlebih Kim pernah dikecewakan saat Trump secara sepihak menggagalkan upaya perundingan.
“Gagalnya perundingan secara tiba-tiba menimbulkan kekecewaan besar bagi Kim. Sekarang dia jujur bahwa senjata nuklir adalah satu-satunya cara untuk kelangsungan hidup rezim,” kata Kang.
BERITA TERKAIT: