Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Krisis Pernikahan, Pemerintah China Tawarkan Insentif untuk Mak Comblang

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/alifia-dwi-ramandhita-1'>ALIFIA DWI RAMANDHITA</a>
LAPORAN: ALIFIA DWI RAMANDHITA
  • Minggu, 04 Februari 2024, 16:02 WIB
Krisis Pernikahan, Pemerintah China Tawarkan Insentif untuk Mak Comblang
Ilustrasi/Net
rmol news logo Di tengah maraknya krisis pernikahan di China, sejumlah pemerintah daerah di beberapa provinsi menawarkan hadiah uang tunai dan insentif kepada para 'mak comblang', atau perantara pernikahan yang berhasil menikahkan pasangan.

Langkah itu diambil dengan harapan dapat membantu meningkatkan tingkat pernikahan di negara itu, khususnya di kalangan laki-laki bujangan yang semakin sulit menemukan pasangan hidup, karena menurunnya angka kelahiran.

Mengutip English Khabarhub, Minggu (4/2), provinsi-provinsi seperti Shaanxi dan Guangdong telah mengumumkan insentif berupa uang tunai sebesar 600 hingga 1.000 Yuan (Rp1,3 juta-Rp2,2 juta) bagi yang berhasil menjodohkan laki-laki berusia antara 30 dan 45 tahun dengan perempuan muda yang belum menikah.

Berdasar sensus Tiongkok 2020, ada 722 juta laki-laki dan 690 juta perempuan di negara itu. Rasio gender yang tidak seimbang, terutama pada kelompok yang lahir pada periode 1979-2015, menjadi tantangan serius bagi stabilitas sosial dan pembangunan ekonomi.

Data Biro Statistik Nasional (NBS) menunjukkan, pada 2021 rasio gender di daerah pedesaan mencapai sekitar 108 laki-laki untuk setiap 100 perempuan. Kondisi itu menyebabkan lebih dari 30 juta pria di China terpaksa menjalani kehidupan lajang yang sulit dihindari.

Beberapa daerah pedesaan, seperti desa Xiang Jia Zhuang di provinsi Shaanxi, menjadi representasi kasus serius ketidakseimbangan gender, di mana lebih dari 40 pria berusia 25 hingga 40 tahun belum menikah.

Menurut The Guardian, dalam laporannya, preferensi terhadap anak laki-laki di China sudah ada sejak berabad-abad yang lalu.

Selain itu, adanya kebijakan satu anak yang diterapkan di Tiongkok pada awal 1980-an juga dianggap sebagai penyebab utama ketidakseimbangan gender.

“Pembunuhan bayi, penelantaran bayi perempuan dan perlakuan baik terhadap anak laki-laki dalam hal makanan dan kesehatan, telah lama menghasilkan surplus laki-laki,” kata The Guardian, dalam sebuah laporan.

Analis juga menyoroti tingginya tingkat pengangguran di kalangan kaum muda sebagai faktor lain yang berkontribusi pada peningkatan jumlah pria lajang. Tingkat pengangguran kaum muda di Tiongkok mencapai 14,9 persen pada Desember 2023, menurut data Biro Statistik Nasional Tiongkok.

Tingginya biaya hidup juga berdampak pada generasi muda dan sikap mereka terhadap kehidupan.

Situasi itu semakin memperumit masalah penurunan angka kelahiran di Tiongkok. Selama dua tahun berturut-turut, populasi China terus mengalami penurunan pada tahun 2023, mencapai 1.409 jiwa.rmol news logo article
EDITOR: ACHMAD RIZAL

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA