Berdasarkan laporan yang dimuat
INews pada Rabu (13/9), menurut pengamat Beijing yang berbasis di Tokyo, Emily Chern, undang-undang itu nampaknya secara khusus menargetkan elemen-elemen budaya khas Jepang, termasuk cosplay dan kimono.
Sebab, aturan itu muncul seiring dengan meningkatnya popularitas budaya Jepang di kalangan generasi muda China, yang banyak menjadi penggemar berat anime, manga, fesyen, produk kecantikan, dan berbagai aspek budaya Jepang lainnya.
“Budaya pop Jepang tampaknya cukup populer di kalangan sebagian besar anak muda Asia termasuk China, seperti anime, manga, fesyen, produk kecantikan, dan hal-hal semacam itu,” ujarnya.
Jika disahkan, undang-undang itu akan melarang beberapa pakaian tradisional gaya Jepang, dan pakaian militer yang mengingatkan akan kekejaman Jepang yang dilakukan selama Perang Dunia Kedua di Beijing.
“Banyak warga China yang masih menyimpan dendam terhadap Jepang karena perang,” tambahnya.
Chern mencatat bahwa larangan seputar budaya dan pakaian Jepang itu kemungkinan terkait dengan tindakan yang dilakukan Tokyo atas pembuangan air limbah radioaktif dari pembangkit listrik tenaga nuklir Fukushima ke Samudera Pasifik.
Seperti diketahui, sejak Tokyo mulai melepaskan air dari pembangkit listrik yang lumpuh pada akhir bulan lalu, keretakan yang mendalam telah terbuka antara Bejing dan Tokyo.
Beberapa lembaga pemerintah China bahkan mengusulkan pelarangan pariwisata ke Jepang untuk mempublikasikan kejahatan Jepang dalam mencemari dunia, sebagai respons atas kontroversi tersebut.
BERITA TERKAIT: