Mengutip
ANI News pada Minggu (30/4), laporan IPCSC menyebut bahwa para pekerja China dipaksa menambah jam kerja mereka namun kebanyakan perusahaan enggan membayar gaji yang sesuai.
"Perusahaan secara rutin menggelapkan gaji para pekerja dan memecat mereka jika mereka mencoba mengorganisir serikat pekerja, memaksa mereka untuk bekerja dalam shift ganda, dan menolak tunjangan yang dijanjikan kepada mereka," bunyi laporan tersebut.
IPCSC menuduh sebagian besar perusahaan China telah melanggar UU perburuhan tahun 1995 yang membatasi durasi pekerja hanya lima hari dalam seminggu.
"Peraturan ketenagakerjaan 1995 menetapkan bahwa jam kerja harian buruh tidak boleh melebihi 8 jam, dan rata-rata jam kerja mingguan tidak boleh melebihi 44 jam, pekerja berhak atas istirahat dan liburan," kata IPCSC.
Adapun aturan lembur tidak boleh melebihi 3 jam perhari dan perusahaan wajib membayar upah lembur kepada pekerja sesuai dengan peraturan negara yang relevan.
Selain pekerja lokal, pekerja migran juga sering dipekerjakan di stasiun bus dan kereta api oleh perekrut yang menjanjikan mereka upah sesuai namun seringkali tidak terwujud.
Dengan laporan tersebut, IPSCSC mendorong Beijing agar lebih memperhatikan permintaan dan memenuhi fasilitas dasar dari populasi pekerjanya.
Sebab, ketidakpuasan yang memuncak di antara kelas pekerja tidak menjadi pertanda baik bagi China yang sudah menghadapi krisis sumber daya sebagaimana terlihat dari kemerosotan ekonominya.
BERITA TERKAIT: