Menurut penyelidikan yang dipublikasi oleh kejaksaan pada Rabu (5/4), Keuskupan Agung Baltimore dianggap telah menutup-nutupi kasus pelecehan tersebut selama beberapa dekade, yang dilakukan oleh pendeta dan anggota gereja lainnya.
Saat ini, Kantor Kejaksaan Agung Mayaland telah mengidentifikasi 156 pelaku, yang terdiri dari pastor, diaken, guru, dan seminaris, yang terlibat dalam pelecehan mengerikan dan berulang-ulang tersebut.
“Jumlah pelaku dan korban yang banyak, kebobrokan perilaku dari pelaku, dan frekuensi yang sering di mana pelaku diberi kesempatan untuk terus memangsa anak-anak sungguh mencengangkan," kata laporan Jaksa Agung, seraya menambahkan para pelaku sering memanfaatkan kepercayaan para orang tua.
Dimuat
Malaymail, jumlah korban kemungkinan jauh lebih tinggi daripada angka yang dilaporkan saat ini.
“Durasi dan ruang lingkup pelecehan yang dilakukan oleh pendeta Katolik hanya mungkin terjadi karena keterlibatan mereka yang memimpin gereja,†tambah penyelidikan tersebut.
Menanggapi laporan tersebut, Uskup Agung Baltimore William Lori menyampaikan permohonan maafnya, dan berjanji untuk tidak menyembunyikan kasus pelecehan itu.
"Penyelidikan tersebut merinci waktu tercela dalam sejarah Keuskupan Agung ini, waktu yang tidak akan ditutup-tutupi, diabaikan atau dilupakan,†katanya.
Dalam beberapa tahun terakhir, ribuan laporan pedofilia terus muncul di dalam Gereja Katolik di seluruh dunia, yang menggambarkan kegagalan sistemik dari keuskupan agung untuk melindungi anak-anak, kelompok yang paling rentan.
Menurut situs web bishop-accountability.org, antara tahun 1950 hingga 2018, Gereja Katolik AS telah menerima pengaduan yang kredibel tentang pelecehan seks anak yang melibatkan 7.002 anggota gereja, dengan Paus Fransiskus sendiri telah berjanji untuk bertempur secara habis-habisan dalam melawan pelecehan ini.
BERITA TERKAIT: