Menurut pengacara Philip Boulten SC, kliennya, Oliver Schulz, berisiko mendapatkan serangan oleh kelompok ekstremis Islam dan para tahanan yang menentang perang di Afghanistan.
Untuk itu, ia meminta agar Schulz dibebaskan dan menjadi tahanan rumah, setelah pengacara itu menyoroti tragedi yang pernah terjadi pada mantan tentara Australia yang disiksa oleh teman satu selnya.
Menanggapi permintaan tersebut, Hakim Jennifer Atkinson menyepakati jaminan itu, dengan mengatakan ia telah memperhitungkan risiko yang ditimbulkan terhadap Schulz di dalam penjara, karena sesama tahanan kemungkinan akan memusuhi mantan tentara yang pernah menduduki Afghanistan.
“Jelas ini akan menjadi lingkungan yang sangat sulit, dan berbahaya,†kata Atkinson, sambil menambahkan bahwa Layanan Pemasyarakatan tidak dapat memantau dan memberi perlindungan kepadanya selama 24 jam.
Seperti dimuat
NZ Herald, Pengadilan Australia yang pada pekan lalu mendakwa Schulz membeberkan alasan diterimanya jaminan pembebasan Schulz.
Schulz didakwa karena membunuh Mohammad, warga sipil yang tak bersalah pada 2012 lalu dengan tiga kali tembakan di ladang gandum.
Menurut pengadilan, mereka melihat Mohammad telah mengembuskan napasnya hanya dalam tembakan pertama. Selain itu, pengadilan juga tidak menemukan adanya catatan kriminal dari mantan tentaranya tersebut, dengan menilai bahwa Schulz bukan merupakan ancaman bagi negara.
Sehingga, hakim memutuskan untuk membebaskan mantan tentara itu dengan syarat ketat, seperti menyerahkan jaminan sebesar 200 ribu dolar (Rp 3 miliar), dan tidak diperkenankan meninggalkan rumahnya antara pukul 22.00 dan 05.00 waktu setempat.
Disamping itu, Schulz juga harus melapor ke polisi setiap hari, tidak berkomunikasi dengan saksi mana pun, menyerahkan paspornya, hingga memberi akses teleponnya kepada petugas keamanan.
BERITA TERKAIT: