Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Lemahnya Undang-undang Hong Kong Picu Maraknya Penipuan Tenaga Kerja dan Perdagangan Orang

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/reni-erina-1'>RENI ERINA</a>
LAPORAN: RENI ERINA
  • Senin, 22 Agustus 2022, 08:00 WIB
Lemahnya Undang-undang Hong Kong Picu Maraknya Penipuan Tenaga Kerja dan Perdagangan Orang
Pusat perdagangan di daerah Mong Kok Hong Kong/Net
rmol news logo Aparat berwenang Hong Kong menangkap lima tersangka atas dugaan melakukan penipuan tenaga kerja. Kelimanya merekrut warga Hongkong dengan mengiming-imingi pekerjaan tetapi kemudian para korban ditahan dan menjadi sasaran perdagangan manusia di Asia Tenggara.

Sebanyak 36 korban berusaha mencari bantuan dari polisi, termasuk 32 pria dan empat wanita berusia antara 19 dan 57 tahun.

Para korban melaporkan mereka melakukan perjalanan ke negara-negara seperti Myanmar, Kamboja, Thailand dan Laos dengan janji palsu tentang percintaan atau pekerjaan bergaji tinggi, dan kemudian ditahan dan dipaksa bekerja.

Menanggapi laporan tersebut, pihak berwenang kemudian membentuk satuan tugas untuk membantu warga yang diperdagangkan yang menjadi korban penipuan.

Pengawas senior biro kejahatan terorganisir dan triad, Tony Ho dalam keterangannya pada Minggu (21/8) mengatakan, dari 36 permintaan bantuan polisi, hampir semuanya terkait dengan penipuan pekerjaan.

"Polisi telah menangkap tiga pria dan dua wanita yang diduga menipu warga Hong Kong agar menerima tawaran pekerjaan yang sangat tidak realistis di luar negeri," kata Ho, seperti dikutip dari Bangkok Post, Senin (22/8).

"Dua puluh dua korban masih diyakini terjerat di Kamboja dan Myanmar, dan sembilan di antaranya belum menghubungi keluarga mereka atau polisi Hong Kong," ujarnya.

Ho mengatakan para korban diberikan tiket pesawat dan sebagian besar paspor mereka diambil ketika mereka mendarat, sebelum dikirim ke lokasi yang ditentukan dan kemudian dipaksa untuk menipu orang lain.

Korban kebanyakan dibujuk untuk bekerja di kasino atau lokasi konstruksi di Asia Tenggara. Mereka menjadi sasaran perlakuan tidak manusiawi jika menolak tawaran pekerjaan atau gagal memenuhi kuota.

Politisi dari Partai DAB Hong Kong mengatakan kepada wartawan hari Minggu bahwa keluarga korban mencari bantuan dari mereka karena warga Hong Kong itu telah terperangkap selama sekitar satu bulan di hotspot perdagangan manusia di Negara Bagian Kayin Myanmar.

“Keluarganya menduga dia dianiaya secara fisik,” kata Woo Cheuk-him, seorang politisi yang menerima permintaan bantuan.

“Dia mengatakan dia telah dipaksa bekerja lebih dari 10 jam sehari, jika dia tidak berkinerja baik, dia tidak akan diberi cukup makanan," ujarnya.

Beberapa korban berhasil melarikan diri dengan bantuan kedutaan besar China di Myanmar dan Kamboja, sementara yang lain dibebaskan setelah membayar uang tebusan.

Ho mengakui kesulitan bagi polisi untuk mengumpulkan bukti di luar negeri sambil mendesak orang untuk waspada terhadap “peluang kerja yang tidak realistis.”

Pengacara hak asasi manusia Patricia Ho mengatakan undang-undang yang ada di Hong Kong tidak cukup untuk mengatasi penipuan semacam itu, karena kota itu tidak memiliki undang-undang yang secara khusus melarang perdagangan manusia dan kerja paksa. rmol news logo article
EDITOR: RENI ERINA

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA