Pemulihan akses internet tersebut diungkap oleh layanan pemantau Netblocks di Twitter pada Minggu (7/2).
"Pemulihan sebagian konektivitas internet dikonfirmasi di Myanmar mulai pukul 14.00 waktu setempat pada beberapa penyedia setelah pemadaman informasi," cuit Netblocks.
Khusus untuk platform media sosial, Netblocks menyebut akses masih tetap dilarang pada Minggu sore.
Meski begitu, pelanggan telepon seluler yang menggunakan layanan MPT, Ooredoo, Telenor, dan Myter sudah dapat mengakses data internet seluler dan Wi-Fi.
Sebelumnya, Netblocks mengatakan, konektivitas internet di Myanmar berada pada 14 persen dari tingkat biasanya.
Pada Sabtu (6/2), akses internet dipadamkan seiring dengan gelombang protes besar-besaran yang dilakukan oleh puluhan ribu warga Myanmar.
Para pengunjuk rasa memakai baju merah, bendera merah, dan balon merah yang mewakili warna partai Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD).
"Kami tidak ingin kediktatoran militer! Kami ingin demokrasi!" seru mereka.
Unjuk rasa yang lebih besar terjadi pada Minggu, di mana puluhan ribu orang berkumpul di Yangon, berjalan menuju Pagoda Sule. Itu merupakan titik kumpul selama aksi protes pada 2007 yang dipimpin oleh biksu Buddha.
"Kami tidak ingin hidup di bawah sepatu bot militer," kata seorang pengunjuk rasa berusia 29 tahun, Ye Yint.
Berdasarkan catatan dari staf Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), sekitar 60 ribu orang ikut dalam aksi protes di Yangon, sementara 1.000 orang melakukan unjuk rasa di Naypyidaw.