Namun, di tengah gempuran perubahan perilaku konsumen yang beralih ke ranah digital, tantangan terbesar UMKM adalah transformasi digital, bagaimana tetap relevan, bersaing, dan memperluas jangkauan pasar tanpa perlu modal fisik besar.
Kisah tiga brand lokal; Jims Honey (tas), Sovlo (produk seni), dan Kanky (sepatu), menjadi studi kasus nyata tentang bagaimana adopsi teknologi dan pemanfaatan ekosistem e-commerce mampu melipatgandakan dampak ekonomi.
1. Jims Honey: Dari Gudang Kecil Menjadi Raksasa E-commerce
Perjalanan Jims Honey dimulai dari sebuah gudang sederhana. Ia bertransformasi dari usaha rumahan menjadi merek dengan omzet miliaran, setelah memanfaatkan platform digitsl sejak 2021 dan menggunakan ratusan affiliate aktif.
CEO Jims Honey, Hanny Zeng, menyebutkan ia membuka peluang bagi siapa pun, dari ibu rumah tangga hingga mahasiswa, untuk mendapatkan penghasilan tambahan dengan menjual produk mereka.
Dalam keterangannya di Jakarta baru-baru ini, ia menyebutkan bahwa model affiliate ini membuktikan kekuatan kolaborasi komunitas dalam memperluas jangkauan penjualan tanpa perlu investasi pemasaran konvensional yang besar.
2. Sovlo: Memanfaatkan Data dan Konten Kreatif
Sovlo fokus pada pembangunan ekonomi berbasis talenta lokal, dengan memonetisasi karya 54 ilustrator. Platform e-commerce menjadi jembatan utama yang membantu mereka menjual ribuan unit per bulan melalui konten video dan sistem afiliasi yang fleksibel.
Co-Founder SOVLO, Afra Viena, menjelaskan bahwa brand ini menghubungkan kreativitas dengan peluang pasar yang berkelanjutan. Saat ini, Sovlo telah menyeleksi dan memonetisasi karya 54 ilustrator lokal melalui proses kurasi ketat. Pendekatan berbasis konten ini dinilai efektif untuk memperkuat narasi brand dan memperluas audiens secara organik.
3. Kanky: Kekuatan Komunitas dan Data Analitik di Industri Sepatu
Pendiri Kanky, Alfonsus Ivan Kurniadi, membuktikan bahwa industri sepatu lokal mampu bersaing. Dengan fasilitas produksi di Surabaya dan kantor pusat di Bandung, Kanky kini telah mempekerjakan lebih dari 1.200 karyawan.
Menurut Alfonsus, platform digital tidak hanya berfungsi sebagai channel penjualan, tetapi sebagai ruang utama untuk memahami pelanggan melalui fitur data analitik.
Penggunaan data ini memungkinkan Kanky menargetkan pasar Gen Z dan pecinta sneakers secara lebih efektif. Keterlibatan di acara komunitas sneakers yang didukung ekosistem e-commerce terbukti berhasil menggandakan penjualan mereka pada kampanye besar.
Kesuksesan brand-brand tersebut menunjukkan bahwa pertumbuhan berkelanjutan UMKM dalam era digital bergantung pada tiga pilar; yaitu transformasi konten, kemitraan afiliasi, dan adopsi fitur e-commerce.
Dengan kolaborasi yang kuat antara inovasi brand lokal, pemanfaatan teknologi, dan dukungan ekosistem e-commerce yang inklusif, UMKM Indonesia tidak hanya sekadar bertahan, tetapi juga siap bersaing, dan menjadikan kreativitas lokal sebagai komoditas global yang bernilai tinggi.
Kesuksesan Jims Honey, Sovlo, dan Kanky juga menjadi cerminan bagaimana dua platform besar seperti Tokopedia dan TikTok Shop by Tokopedia membangun ekosistem digital yang memberdayakan pelaku usaha lokal. Melalui kampanye jualan nyaman dan Guncang 11.11, kedua platform ini menghadirkan penawaran terbaik bagi pelanggan sekaligus membuka peluang pertumbuhan bagi brand lokal di seluruh wilayah di Indonesia.
BERITA TERKAIT: