Atauran baru sebagai langkah penguatan ekosistem, tata kelola dan pelindungan konsumen, dan akan berlaku mulai 1 Januari 2026.
Melalui ketentuan ini, OJK mendorong efisiensi pembiayaan layanan kesehatan jangka panjang, di tengah tren inflasi medis yang terus meningkat secara global.
Secara umum, SEOJK 7/2025 mengatur lebih lanjut siapa saja yang bisa menyelenggarakan asuransi kesehatan, termasuk prinsip kehati-hatian dan manajemen risiko. Aturan ini hanya berlaku untuk produk asuransi kesehatan komersial, dan tidak mencakup program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dikelola BPJS Kesehatan.
Salah satu poin penting dalam aturan ini adalah kewajiban penerapan co-payment. Artinya, pemegang polis atau peserta asuransi harus menanggung setidaknya 10 persen dari total klaim yang diajukan.
Berikut batas maksimum biaya yang dibebankan:
Rawat jalan: maksimal Rp300.000 per klaim
Rawat inap: maksimal Rp3.000.000 per klaim
Aturan ini juga mendorong koordinasi manfaat (coordination of benefit) antara skema asuransi komersial dengan layanan JKN, jika peserta menggunakan fasilitas BPJS Kesehatan.
Agar kualitas layanan meningkat, perusahaan asuransi diwajibkan memiliki:
1. Tenaga ahli yang memadai, termasuk dokter untuk melakukan analisis medis dan Utilization Review.
2. Dewan Penasihat Medis (Medical Advisory Board).
3. Sistem informasi digital untuk pertukaran data dengan fasilitas kesehatan
Langkah ini diambil untuk memastikan efektivitas layanan medis dan pengendalian biaya dapat dilakukan berbasis data. Serta memberi masukan berkala kepada penyedia layanan kesehatan.
Untuk produk yang sudah berjalan saat aturan ditetapkan, maka tetap berlaku hingga masa pertanggungan berakhir. Namun, produk yang otomatis diperpanjang dan telah mendapat persetujuan atau dilaporkan ke OJK, wajib menyesuaikan paling lambat 31 Desember 2026.
BERITA TERKAIT: