Ekonom Wanti-wanti Deflasi Mei 2025 Jadi Alarm Bahaya

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/alifia-dwi-ramandhita-1'>ALIFIA DWI RAMANDHITA</a>
LAPORAN: ALIFIA DWI RAMANDHITA
  • Selasa, 03 Juni 2025, 18:53 WIB
Ekonom Wanti-wanti Deflasi Mei 2025 Jadi Alarm Bahaya
Ilustrasi/RMOL
rmol news logo Indonesia kembali mengalami deflasi sebesar 0,37 persen pada Mei 2025 secara bulanan (mtm). Ini merupakan deflasi ketiga sepanjang tahun setelah Januari deflasi sebesar 0,76 persen dan Februari deflasi 0,48 persen. 

Pengamat Ekonomi Ibrahim Assuaibi menyebut tren deflasi ini sebagai sinyal bahaya bagi perekonomian nasional.

“Deflasi ini menjadi alarm bahaya bagi ekonomi Indonesia. Pertumbuhan ekonomi kuartal II-2025 diproyeksi kembali tidak sampai 5 persen,” kata Ibrahim kepada RMOL pada Selasa 3 Juni 2025.

Menurutnya, deflasi yang terus berulang mencerminkan lemahnya daya beli masyarakat. Kondisi ini menunjukkan bahwa konsumsi rumah tangga yang selama ini menjadi penopang utama pertumbuhan ekonomi mengalami pelemahan.

“Deflasi berkepanjangan menandakan sebagian besar masyarakat menahan belanja. Hal ini membuat ekonomi ke depan lebih menantang,” tegasnya.

Tak hanya itu, sinyal pelemahan ekonomi juga tampak dari menyusutnya surplus neraca perdagangan. Meski masih membukukan surplus pada April 2025 sebesar 160 juta Dolar AS, namun angkanya anjlok tajam dibanding bulan sebelumnya yang mencatat surplus 4,33 miliar Dolar AS.

“Surplus ini semakin menipis,” jelasnya.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), surplus neraca perdagangan pada April 2025 didominasi komoditas non-migas sebesar 1,51 miliar Dolar AS, namun turun tajam dari bulan sebelumnya yang mencapai 6 miliar Dolar AS. 

Adapun komoditas utama penyumbang surplus adalah bahan bakar mineral, lemak dan minyak hewani/nabati, serta besi dan baja. Sementara itu, neraca migas masih mengalami defisit 1,35 miliar Dolar AS meski membaik dari bulan sebelumnya sebesar 1,67 miliar Dolar AS.

Secara keseluruhan, Indonesia memang masih mencatatkan surplus neraca perdagangan selama 60 bulan berturut-turut sejak Mei 2020. Namun, Ibrahim menegaskan bahwa tantangan ekonomi ke depan tak bisa dianggap remeh.

"Hal ini sudah lampu kuning, ada gejala pertumbuhan ekonomi melambat di kuartal II-2025,"pungkasnya.rmol news logo article
EDITOR: RENI ERINA

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA