Seperti dikutip dari
AP News pada Kamis 3 April 2025, Perdana Menteri Jepang, Shigeru Ishiba, menyatakan kesiapannya untuk terbang ke Washington demi melakukan negosiasi langsung dengan Trump.
Ishiba menegaskan bahwa pemerintah Jepang akan terus berupaya merundingkan solusi dengan AS.
“Saya tidak keberatan pergi ke Washington jika diperlukan,” ujarnya.
Amerika Serikat sendiri akan menerapkan tarif sebesar 24 persen terhadap impor dari Jepang, terutma impor mobil. Dalam beberapa minggu mendatang, kebijakan ini juga akan diperluas ke suku cadang mobil.
Hingga kini, Jepang belum mendapatkan pengecualian dari kebijakan tarif tersebut, meskipun merupakan sekutu utama AS di Asia. Sebagai respons, Jepang meningkatkan kerja sama dengan negara lain yang juga terdampak.
Menteri Perdagangan Jepang, Yoji Muto, bahkan telah bertolak ke Seoul untuk bertemu dengan pejabat dari Korea Selatan dan China. Ketiga negara sepakat untuk mendorong perdagangan dan investasi yang lebih bebas serta adil, sembari mengkritik kebijakan perdagangan AS yang dinilai memicu proteksionisme.
Kenaikan tarif ini menjadi ancaman serius bagi industri otomotif Jepang, termasuk bagi produsen besar seperti Toyota Motor Corp. dan Honda Motor Co., yang sangat bergantung pada ekspor ke pasar AS.
Survei triwulanan Bank of Japan yang dirilis pada Selasa juga menunjukkan bahwa sentimen bisnis di kalangan produsen besar mengalami penurunan pada kuartal terakhir, sesuatu yang belum terjadi dalam satu tahun terakhir.
PM Ishiba mengatakan pejabat dari berbagai kementerian terkait?"termasuk luar negeri, perdagangan, dan keuangan?"saat ini terus bekerja tanpa henti untuk menyelesaikan masalah ini melalui jalur diplomasi.
Jika kebijakan tarif tetap diberlakukan, Ishiba memastikan pemerintah akan mengambil langkah-langkah untuk meminimalkan dampaknya terhadap industri dan tenaga kerja Jepang.
Sebagai langkah awal, pemerintah berencana mendirikan 1.000 pusat konsultasi di seluruh negeri guna membantu produsen suku cadang mobil skala kecil hingga menengah dalam menghadapi tantangan baru akibat kenaikan tarif AS.
“Jika bisnis benar-benar mengalami kesulitan, pemerintah akan berupaya semaksimal mungkin untuk mendukung mereka yang terdampak,” tegas Ishiba.
BERITA TERKAIT: