Seperti dikutip dari
Barrons, Selasa (10/9), ekspor China tercatat naik 8,7 persen secara tahunan (yoy) menjadi 398,65 miliar Dolar AS (Rp4.768 triliun), lebih tinggi dari perkiraan pasar sebesar 7,04 persen.
"Data perdagangan China menunjukkan daya saing ekspor yang kuat dan permintaan domestik yang lemah," kata Ekonom Senior Natixis Corporate and Investment Banking, Gary Ng.
Sementara itu, impor negeri Tirai Bambu itu tercatat hanya tumbuh sebesar 0,5 persen dibandingkan periode yang sama setahun sebelumnya bulan lalu, dan jauh lebih kecil dari 7,2 persen yang tercatat pada Juli 2024.
"Dengan inflasi global yang jauh lebih tinggi, perusahaan-perusahaan China menggenjot ekspor untuk mendapatkan margin keuntungan yang lebih tinggi,” kata Ng.
Dalam periode ini, surplus perdagangan China pada Agustus 2024 mencapai 91,02 miliar Dolar AS, jauh dibanding bulan sebelumnya dengan surplus sebesar 84,65 miliar Dolar AS.
Di sisi lain, berdasarkan mitra dagang, ekspor China ke negara Asia Tenggara (ASEAN) naik 8,78 persen dibandingkan periode yang sama setahun sebelumnya, sementara ekspor ke Rusia turun sebesar 10,37 persen.
Selanjutnya, pengiriman ke Amerika Serikat (AS) meningkat sebesar 4,94 persen, melanjutkan pertumbuhan positif selama tiga bulan berturut-turut, sementara pengiriman ke Uni Eropa (UE) naik sebesar 13,39 persen.
BERITA TERKAIT: