Berdasarkan data DJP, mayoritas pajak digital itu diperoleh dari pungutan PPN Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE) sebesar Rp21,47 triliun.
Kemudian, pajak kripto sebesar Rp838,56 miliar, pajak fintech (P2P lending) sebesar Rp2,27 triliun, dan pajak yang dipungut oleh pihak lain atas transaksi pengadaan barang dan/atau jasa melalui Sistem Informasi Pengadaan Pemerintah (pajak SIPP) sebesar Rp2,18 triliun.
Sementara itu sampai dengan Juli 2024, pemerintah telah menunjuk 174 pelaku usaha PMSE yang telah ditunjuk menjadi pemungut PPN.
“Penunjukan di bulan Juli 2024 yaitu PT Final Impian Niaga dan Niantic International Ltd. Pembetulan di bulan Juli 2024 yaitu Elsevier B.V, Lexisnexis Risk Solutions FL Inc., EZVIZ International Limited, dan DeepL SE,” ujar Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Dwi Astuti dalam keterangan resmi, Jumat (9/8).
Dari keseluruhan pemungut yang telah ditunjuk, 163 PMSE telah melakukan pemungutan dan penyetoran PPN PMSE sebesar Rp21,47 triliun.
“Jumlah tersebut berasal dari Rp731,4 miliar setoran tahun 2020, Rp3,90 triliun setoran tahun 2021, Rp5,51 triliun setoran tahun 2022, Rp6,76 triliun setoran tahun 2023, dan Rp4,57 triliun setoran tahun 2024,” jelas Dwi.
Dalam menciptakan keadilan bagi para pelaku usaha digital dan konvensional, pemerintah disebut telah mengatur penunjukan pelaku usaha PMSE lainnya untuk memungut PPN sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 60/PMK.03/2022.
Dalam peraturan tersebut, pelaku usaha yang telah ditunjuk wajib memungut PPN dengan tarif 11 persen atas produk digital yang dijual di Indonesia.
"Pemerintah masih akan terus menunjuk para pelaku usaha PMSE yang melakukan penjualan produk maupun pemberian layanan digital dari luar negeri kepada konsumen di Indonesia,” pungkasnya.
BERITA TERKAIT: