Gadung Putih pada Senin (11/9) mengatakan, kesepakatan penting yang bernilai sekitar hampir 10 miliar dolar AS itu akan mendukung lebih dari 30.000 lapangan kerja di Amerika.
Penjelasan tentang kesepakatan tersebut dikonfirmasi oleh
Reuters dalam laporannya minggu lalu, bersamaan dengan kunjungan Presiden AS Joe Biden ke Hanoi.
Kesepakatan tersebut dikeluarkan pada saat yang sangat penting bagi hubungan AS dengan Vietnam, di mana Hanoi meningkatkan hubungannya dengan Washington menjadi “kemitraan strategis yang komprehensif”.
Kesepakatan ini juga merupakan terobosan bagi Boeing karena armada lorong tunggal Vietnam Airlines saat ini semuanya adalah Airbus SE.
Boeing sendiri memiliki kesepakatan dengan saingan Vietnam Airlines, VietJet untuk penjualan 200 pesawat 737 MAX miliknya.
Vietnam adalah pasar penerbangan dengan pertumbuhan tercepat kelima di dunia pada tahun 2022 ketika negara tersebut mencabut pembatasan perjalanan akibat Covid-19, menurut Asosiasi Transportasi Udara Internasional (IATA), yang memperkirakan negara tersebut akan melayani 150 juta penumpang transportasi udara pada tahun 2035.
Jet Boeing 737 Max dilarang terbang di seluruh dunia selama berbulan-bulan setelah dua kecelakaan fatal di Indonesia dan Ethiopia pada tahun 2018 dan 2019. Pesawat-pesawat tersebut kembali beroperasi mulai akhir tahun 2020.
Vietnam Airlines mencatat kerugian bersih sebesar 1,3 triliun dong (atau sekitar 53,96 juta dolar AS) pada kuartal kedua tahun ini, yang merupakan kuartal ke-14 dalam zona merah, menurut laporan keuangan.
Maskapai tersebut mengatakan kerugian tersebut disebabkan oleh kenaikan harga bahan bakar dan faktor risiko keuangan lainnya.
Boeing juga telah melakukan pembicaraan dengan pihak berwenang Vietnam, bersama dengan perusahaan pertahanan AS lainnya, mengenai kemungkinan penjualan peralatan militer, termasuk drone dan helikopter.
Boeing yang berbasis di Arlington, Virginia memiliki enam pemasok di Vietnam dan berupaya meningkatkan kemampuan mereka.
BERITA TERKAIT: